BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ditinjau dari asal katanya, psikologi berasal
dari kata psyche yang berarti jiwa, dan Logos yang berarti ilmu. Jadi secara
istilah, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang
gejala-gejala kejiwaan. Tetapi dalam sejarah perkembangannya, kemudian arti
psikologi menjadi ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Ini di sebabkan
karena jiwa yang mengandung arti yang abstrak itu sukar untuk di pelajari
secara objektif. Kecuali itu, keadaan jiwa seseorang melatarbelakangi timbulnya
hampir setiap tingkah laku.Beragamnya pendapat para ahli psikologi tentang
pengertian dari psikologi, sehingga bisa di simpulkan bahwa psikologi adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan perbuatan individu dimana
individu tersebut tidak dapat di lepaskan dari lingkungannya.
Pada zaman sebelum masehi, psikologi sudah
dipelajari orang dan banyak di hubungkan dengan filsafat. Para ahli filsafat
pada waktu itu sudah membicarakan tentang aspek-aspek kejiwaan manusia.
B. RUMUSAN MASALAH
Agar
pembahasan dalam makalah ini tidak lari dari sub pembahasan ada baiknya
pemakalah rumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara
lain :
1. Teori Psikologi Kognitif
2. Ruang lingkup Psikologi Kognitif
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui Teori Psikologi Kognitif
2. Untuk mengetahui Ruang lingkup Psikologi Kognitif
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI PSIKOLOGI KOGNITIF
Kognitif
adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif
diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa
(analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan
yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Teori
kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif
berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan
perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang
datang kepada dirinya.
Beberapa teori yang berkaitan Psikologi Kognitif yang dikemukakan para
ahli:
1. Ausubel
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu
peserta didik dalam melaksanakan kegiatan belajar, demi mencapai hasil belajar
yang memuaskan. Pembelajaran akan mempunyai arti apabila antara pengetahuan
yang baru dengan pengetahuan yang lama memiliki keterkaitan. Inilah teori David
P. Ausubel, pembelajaran bermakna, seorang ahli psikologi pendidikan.
Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru
dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang
sedang melalui pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh
menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.Artinya, bahan
subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan
struktur kognitif yang dimiliki siswa.Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan
dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep
baru tersebut benar-benar terserap olehnya.
David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi
kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan
oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel
menggunakan istilah “pengatur lanjut” (advance organizers) dalam
penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna.
Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut” itu terdiri dari bahan verbal di
satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik
di pihak lain. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada
kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.
2. Jean Piaget
Jean Piaget adalah seorang ahli biologi dan psikolog yang
mempunyai kontribusi besar dalam pemahaman terhadap perkembangan intelektual
anak. Menurut Piaget perkembangan kognitif anak dibagi menjadi empat tahap,
yaitu Tahap sensori motorik, praoperasional, operasional
konkret, dan opersional formal.
a. Tahap sensori motorik (0-2 tahun)
Pada tahap ini anak mengatur sensorinya (inderanya) dan
tindakan-tindakannya.Pada awal periode ini anak tidak mempunyai konsepsi
tentang benda-benda secara permanen.Artinya anak belum dapat mengenal dan
menemukan objek, benda apapun yang tidak dilihat, tidak disentuh atau tidak
didengar. Benda-benda tersebut dianggap tidak ada meskipun
sesungguhnya ada di tempat lain.
b. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
Anak sudah dapat memahami objek-objek secara sempurna, sudah dapat
mencari benda yang dibutuhkannya walaupun ia tidak melihatnya. Sudah memiliki
kemampuan berbahasa (dengan kata-kata pendek).
c. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)
Anak sudah mulai melakukan operasi dan berpikir rasional,
mampu mengambil keputusan secara logis yang bersifat konkret, mampu
mepertimbangkan dua aspek misalnya bentuk dan ukuran.Adanya keterampilan
klasifikasi-dapat menggolongkan benda-benda ke dalam perangkat-perangkat dan
penalarannya logis dan bersifat tidak abstrak (tidak membayangkan persamaan
aljabar).
d. Tahap Operasional Formal (11-15 tahun)
Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret aktual
sebagai dasar pemikiran.Mereka dapat membangkitkan situasi-situasi khayalan,
kemungkinan- kemungkinan hipotetis, atau dalil-dalil dan penalaran yang
benar-benar abstrak. Tiga sifat pemikiran remaja pada
tahap operasional formal:
1) Remaja berpikir lebih abstrak daripada anak-anak. Para
pemikir operasional formal, misalnya dapat memecahkan persamaan-persamaan
aljabar yang abstrak.
2) Remaja sering berpikir tentang yang mungkin. Mereka berpikir
tentang ciri-ciri ideal diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia.
3) Remaja mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun
rencana-rancana untuk memecahkan masalah dan menguji pemecahan masalah secara
sistematis. Tipe pemecahan masalah ini diberi nama deduksi hipotetis.
3. Mex Wertheimenr
Teori Gestalt ini memandang belajar adalah proses yang didasarkan
pada pemahaman (insight), yaitu
pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian di
dalam suatu situasi permasalahan (sering diungkapkan dengan pernyataan “aha”).
Para pengikut teori gestalt berpendapat bahwa seseorang memperoleh pengetahuan
melalui sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara menyeluruh
kemudian menyusunnya kembali dalam struktur yang lebih sederhana sehingga lebih
mudah dipahami..Karena pada dasarnya setiap tingkah laku seseorang
selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi
di mana tingkah laku tersebut terjadi. Dengan kata lain, teori Gestalt ini
menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar individu adalah
dimengertinya apa yang dipelajari oleh tersebut.
4. Brunner
Menurut Brunner, pembelajaran
hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri
sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan
kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa
cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan
adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan
keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Dalam
teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan
baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau
kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga
tahap itu adalah:
a. Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh
pengetahuan atau pengalaman baru,
b. Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan
menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang
mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
c. Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil
tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan
agar dapat ditransformasikan.
5. Kurt Lewin
Teori belajar cognitive field menitikberatkan perhatian pada
kepribadian dan psikologi sosial, karena pada hakikatnya masing-masing individu
berada di dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis, yang disebut
life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi,
misalnya orang yang dijumpai, fungsi kejiwaan yang dimiliki dan objek material
yang dihadapi.
Jadi, tingkah laku merupakan hasil interaksi antar
kekuatan, baik yang berasal dari dalam diri individu, seperti tujuan,
kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun yang berasal dari luar individu, seperti
tantangan dan permasalahan yang dihadapi.Menurut teori ini, belajar itu
berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif.
Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil pertemuan dari dua
kekuatan, yaitu yang berasal dari struktur medan kognitif itu sendiri dan yang
lainnya berasal dari kebutuhan dan motivasi internal individu. Dengan demikian,
peranan motivasi jauh lebih penting daripada reward atau hadiah.
6. Benyamin S. Bloom
Benyamin S. Bloom telah mengembangkan “taksonomi” untuk domain
kognitif. Taksonomi adalah metode untuk membuat urutan pemikiran dari tahap
dasar ke arah yang lebih tinggi dari kegiatan mental, dengan enam tahap sebagai
berikut :
a. Pengetahuan (Knowledge) ialah kemapuan untuk menghafal,
mengingat atau mengulangi informasi yang pernah diberikan. Contoh, Sebutkan
lima bagian utama kamera 35 mm.
b. Pemahaman (comprehension) ialah kemampuan untuk
menginterpretasi atau mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri.
Contoh, Uraikan 6 tahapan dalam mengisi film untuk kamera 35 mm.
c. Aplikasi (Application) ialah kemampuan menggunakan
informasi, teori, dan aturan pada situasi baru. Contoh, pilih ekspose 3 kamera
untuk pengambilan gambar yang berbeda.
d. Analisis (Analysis) ialah kemampuan mengurai pemikiran
yang kompleks, dan mengenai bagian-bagian serta hubungannya. Contoh, Bandingkan
cara kerja dua kamera 35 mm yang memiliki model yang berbeda.
e. Sintesis (Synthesis) ialah kemampuan mengumpulkan
komponen yang sama guna membentuk satu pola pemikiran yang baru. Contoh,
Susunlah urutan fotografi untuk 6 objek.
f. Evaluasi (evaluation) ialah kemampuan membuat pemikiran
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Contoh, buatlah penilaian terhadap
kualitas slide yang dihasilkan dalam lomba, dengan 4 urutan penilaian.
7. John Dewey
Ia berpendapat bahwa belajar tergantung pada
pengalaman dan minat siswa sendiri. Topik dalam kurikulum seharusnya saling
terintegrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai kaitan satu sama lain. Belajar
harus bersifat aktif, langsung terlibat, berpusat pada siswa dalam konteks pengalaman
sosial. Apabila
belajar siswa tergantung pada pengalaman dan minat siswa maka suasana belajar
siswa akan menjadi lebih menyenangkan dan hal ini akan mendorong siswa untuk
berpikir proaktif dan mampu mencari pemecahan masalah, di samping itu kurikulum
yang diajarkan harus saling terintegrasi agar pembelajaran dapat berjalan
dengan baik dan memiliki hasil maksimal Kesadaran
sosial menjadi tujuan dari semua pendidikan. Belajar membutuhkan keterlibatan
siswa dan kerjasama tim dalam mengerjakan tugas. Guru bertindak sebagai
fasilitator, diadakan diskusi dan review teman. Dewey juga
menyarankan penggunaan media teknologi sebagai sarana belajar.
John Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahapan,
yaitu tahap premoral atau preconventional, tahap conventional, dan tahap
autonomous Selanjutnya John Dewey menjelaskan beberapa tahapan yang
dikemukakan, yaitu :
a. Tahap premoral. Tingkah laku seseorang didorong oleh
desakan yang bersifat fisikal atau sosial.
b. Tahap convention. Seseorang mulai bisa menerima nilai
dengan sedikit kritis berdasarkan kepada kriteria kelompoknya.
c. Tahap autonomous. Seseorang sudah mulai bisa berbuat
atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya
sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.
8.
Heider (Teori
P-O-X)
Dalam
tulisannya yang telah disebutkan, Heider mengemukakan teori yang berpangkal
pada perasaan-perasaan yang ada pada seorang terhadap seseorang lain dan
sesuatu hal yang lain (pihak ketiga) yang menyangkut orang pertama dan orang
kedua. Orang pertama yang mengalami perasaan itu diberinya lambang P (Person
atau Pribadi). Orang kedua yang berhubungan dengan P akan diberi lambang O
(Others atau orang lain), sedangkan pihak ketiga yang bisa berupa orang, benda,
situasi dan sebagainya dilambangkan dengan X. Dengan demikian hubungan tiga
pihak itu disebut hubungan P-O-X yang dapat diskemakan sebagai berikut:
Sejalan
dengan prinsip-prinsip Psikologi Gestalt, hubungan P-O-X dapat bersifat saling
memiliki (yang satu merupakan bagian dari yang lain, sangat erat) dan saling
tidak memiliki. Hubungan yang saling memiliki dinamakan hubungan tipe-U,
sedangkan hubungan yang tidak saling memiliki disebut hubungan tipe
bukan-U.Tipe-tipe hubungan ini dipengaruhi oleh prinsip-prinsip persepsi
dari Psikologi Gestalt seperti kesamaan, kedekatan, kelangsubngan, set dan
pengalaman masa lalu.
Skema
hubungan P-O-X:
P O
X
Disamping itu, dengan meminjam
prinsip-prinsip psikologi lapangan Kurt Lewin, g = hubungan P-O-X menurut Heider
bisa juga bersifat positif (menyukai, memuja, menyetujui, dan sebagainya) atau
negatif (mencela, tidak menyetujui, tidaik menyukai dan sebagainya).
Sifat hubungan yang positif dinamakan hubungan L(like), sedangkan
hubungan yang negatif dinamakan hubungan DL (dislike).
Berdasarkan sifat-sifat hubungan P-O-X
tersebut dapat terjadi berbagai kombinasi hubungan P-O-X yang akibatnya
terhadap kognisi (kesadaran) P bisa tiga macam, yaitu:
1)
Keadaan
seimbang (balance) yang menimbulkan rasa puas, senang dan mendorong P untuk
berbuat sesuatu untuk mempertahankan hubungan.
2)
Keadaan
tidak seimbang (imbalance) yang menyebabkan timbulnya perasaan tidak
senang, tidak puas, penasaran dan sebagainya dan menyebabkan P
terdorong untuk berbuat sesuatu untuk mengubah sifat-sifat hubungan P-O-X
sehingga mendekati keadaan yang seimbang.
3)
Keadaan
tidak relevan (irrelevant) yang tidak berpengaruh apa-apa terhadap P, sehingga
P tidak terdorong untuk berbuat apa-apa.
Contoh-contoh
dari ketiga keadaan kognitif tersebut diatas adalah sebagai berikut:
a.
Seorang
guru (P) menyukai seorang murid (O) dan ia pun menyukai nilain ulangan yang
bagus (X). Hubungan P-O adalah hubungan L. Demikian pula hubungan P-X.
Sedangkan nilai yang bagus itu adalah hasil ulangan dari O. Hubungan O-X adalah
tipe U. Maka pada guru (P) terdapat keadaan kognitif yang seimbang.
Skema hubungan P-O-X
P O Ket:
P X= +, P O= +, X O=
+
X
b.
Seorang
guru (P) tidak menyukai seorang murid (O) dan ia tidak menyukai nilai ulangan
yang jelek (X). Hubungan P-O maupun P-X adalah hubungan DL. Sedangkan nilai
jelek itu adalah hasil ulangan ulangan dari P, sehingga hubungan nilai O-X
adalah hubungan tipe U. Maka guru P mengalami keadaan kognitif yang seimbang.
c.
Seorang
guru (P) menyukai seorang murid (O) dan ia tidak menyukai nilai yang jelek (X).
Hubungan P-O adalah hubungan L, sedangkan hubungan P-X adalah hubungan DL.
Padahal nlai yang jelek itu adalah hasil ulangan O, sehingga hubungan O-X
adalah tipe U. Akibatnya timbul perasaan tidak seimbang dalam diri P
P O
X Keterangan:
P X= - , P O= + ,
X O=
+
d.
Seorang
guru (P) menyukai seorang murid (O). Hubungsn P-O adalah hubungan PL. Guru itu
tidak menyukai nilai ulangan yang jelek (X), sehingga hubungan P-X adalah
hubungan DL. Tetapi nilai yang jelek itu bukan hasil ulangan O, sehingga
hubungan O-X adalah hubungan tipe bukan U. Dalam hal ini dalam diri P tidak
akan timbul apa-apa (relevant)
P O
X
Keterangan: P X= - ,
P O= + , X O= -
9.
Leon
Festinger(Disonansi Kognitif)
Dalam
bukunya, A theory of Cognitive Dissonance (1957), Festinger
(1919-1989) mengemukakan teorinya yang banyak dipengaruhi oleh Lewin. Dalam
teori Festinger, sektor-sektor dalam lapangan kesadaran dinamakan Elemen-elemen
kognisi. Elemen-elemen kognisi itu saling berhubungan satu sama lain dan
jenis hubungan itu ada tiga macam, yaitu (1) hubuyngan yang tidak relevan, (2)
hubungan disonan, dan (3) hubungan konsonan.
Contoh dari hubungan yang tidak relevan
misalnya adalah jika seseorang tahu bahwa setiap musim hujan kota Jakarta
kebanjiran dan ia pun tahu bahwa di Kalimantan Timur ada sebuah pabrik pupuk.
Hubungan antara kedua elemen kognisi itu tidak relevan sehingga tidak timbul
reaksi apa-apa pada diri orang yang bersangkutan.
Jika hubungan yang tidak relevan tiak
menghasilkan reaksi apa-apa pada seseorang, perasaan disonan menimbulkan
perasaan tidak senang, janggal, penasaran aneh, tidak puas dan sebagainya
sehingga mendorong orang yang bersangkutan untuk berbuat sesuatu untuk mencapai
keadaan konsonan. Hubungan konsonan itu sendiri menimbulkan rasa puas, senang,
bisa mengerti dan sebagainya. Hubungan yang disonan disebabkan oleh
elemen-elemen kognisi yang saling menyangkal, sedangkan hubungan konsonan
adalah hubungan yang tidak disonan. Misalnya, kita tahu bahwa jika seseorang
berdiri di bawah hujan (elemen pertama), maka ia akan basah (elemen
kedua). Kalau kita melihat orang karena berdiri di bawah hujan, maka kita
merasakan sesuatu keadaan yang bisa dimengerti sebagai akibat adanya hubungan
yang konsonan antara elemen-elemen kognisi. Tetapi kalau orang yang berdiri
dibawah hujan itu tidak basah, maka kita yang melihatnya akan merasa heran,
aneh, curiga, dan sebagainya sebagai akibat dari adanya hubungan yang disonan
antara elemen kognisi yang kedua (tidak basah) yang menyangkal elemen kognisi
yang pertama (berdiri dibawah hujan).
Menurut Festinger, hubungan yang disonan
juga dapat disebabkan oleh nilai-nilai budaya dan pendapat umum. Misalnya, jika
terjadi gejala-gejala berikut: makan dengan tangan di restoran bertaraf
internasional, orang kulit putih bercakap bahasa Jawa, seorang kakek
menyanyikan lagu rock atau seorang menteri makan di warung di tepi jalan.
Untuk mengurangi disonansi ada tiga cara
yang bisa ditempuh, yaitu:
1)
Mengubah
elemen tingkah laku, misalnya: seorang gadis membeli baju yang mahal, tetapi
kawan-kawannya mencela baju itu karena mereka anggap jelek. Gadis itu merasa
disonan karena baju mahal ternyata tidak bagus (elemen I ditolak
oleh elemen II). Reaksi gadis itu mungkin menjuak kembali baju itu atau
memberikannya pada orang lain.
2)
Mengubah
elemen kognisi dari lingkungan, misalnya: gadis tersebut di atas mencoba
meyakinkan teman-temannya bahwa baju tersebut sedang mode, disukai oleh
bontang-bintang film dan terlihat sangat cantik.
3)
Mengubah elemen kognisi baru, misalnya
mencari pendapat teman-teman lainnya yang mendukung pendapat bahwa baju itu
cantik sehingga penyangkalan oleh elemen kedua bisa dinetralkan.
4)
(Sumber:Sarlito W. Sarwono, Berkenalan dengan aliran-aliran dan
tokoh-tokoh Psikologi)
10. P.H. Tannenbaum
P.H Tannenbaum terkenal
dengan Proses Kognisi dan Peta Kognisi untuk Wayfinding dan
Berorientasi. Persepsi dan kognisi ternyata sangat berkaitan dengan
wayfinding and orientation skill. Hal ini dinyatakan oleh Boulding (1956) dan
Lynch (1960). Boulding (1956) menyatakan bahwa untuk memahami tindakan
seseorang, kita harus mengerti apa yang dia mengerti, dia tahu dan dia percayai
karena image atau citra yang tertanam dalam pikiran manusia dapat mempengaruhi
kehidupannya. Oleh sebab itu persepsi atau kognisi ini perlu dipelajari untuk
mengerti proses menemukan jalan dan berorientasi dengan baik pada seseorang.
Sementara itu Lynch (1960) menjelaskan citra atau peta kognitif pada desain
lingkungan binaan (environmental design) terutama dalam lingkup perkotaan
(urban).
Peta Kognitif atau
Cognitive Map tidak dapat diamati secara langsung. Tetapi dapat diketahui
dengan penggunaan sketsa, foto, deskripsi verbal, model dan bentuk pengaturan
spasial yang lainnya. Hal ini juga tergantung kepada kemampuan individu untuk
menjelaskan peta kognisi ini. Kemampuan ini biasanya berbeda – beda. Berbagai
riset tentang hal ini telah dibuat oleh Beck dan Wood (1976), Saarinen (1976),
Canter (1977), Moore (1979), Evans (1980) dan Garling (1980). Riset – riset di
atas seringkali berkaitan dengan 3 pertanyaan dasar yaitu:
·
Apakah peta kognitif itu (isi dan organisasinya)?
·
Apakah yang mempengaruhi peta itu (isi dan organisasinya)?
·
Bagaimana peta kognitif dapat dibandingkan dengan bentuk
geometrik dari lingkungan fisiknya (physical environment).
Topologi peta kognitif ini dapat dibagi dalam beberapa golongan
berdasarkan studi – studi terdahulu, seperti: Shemyakin (1962), Appleyard
(1970), Tolman (1948), Lord (1941), Passini (1984), yaitu Linier (Linear) dan
Spasial (Spatial). Pergerakan sebuah individu akan menghasilkan jenis peta
kognisi yang berbeda. Peta kognisi linier menunjukkan jalur pergerakan individu
dalam bangunan yang disusun dengan urutan waktu. Peta ini biasanya tidak
menunjukkan keseluruhan bangunan karena dibuat dari ingatan ketika bergerak di
dalam bangunan. Sehingga daerah yang tidak dilewati tidak akan dapat digambar.
Sedangkan peta kognitif spasial akan menggambarkan secara umum
bentuk makro bangunan dan zona – zona di dalamnya tanpa menggambarkan
pergerakan individu pembuatnya dalam bangunan. Hal ini kemungkinan didasari
oleh organisasi informasi individu yang lebih lengkap mengenai bangunan atau
lingkungan tersebut.
Selain itu perlu disadari pentingnya antara image di atas dengan
proses menemukan jalan. Proses menemukan jalan atau merencanakan perjalanan
sangat dipengaruhi oleh peta kognitif atau image yang dimiliki oleh individu.
Hal ini mungkin didapatkan dari peta atau petunjuk orang yang mengetahui arah
atau pengalaman individu itu sendiri. Informasi ini selanjutnya dapat
diintegrasikan menjadi peta kognitif yang membantu pengambilan keputusan ketika
menempuh perjalanan. Jika proses ini dilakukan berulang maka akan menjadi
sebuah kebiasaan atau behaviour. Dapat disimpulkan bahwa peta kognitif
ini akan membantu individu untuk menemukan ruangan dalam bangunan atau
lingkungan binaan dengan lebih cepat. Hal ini juga akan meningkatkan
kesejahteraan individu
11. Psikologi Kognitif Dalam Al Qur’an
Dalam
konsep barat, hanya dikenal dari pranatal sampai kematian. Tapi dalam islam
tidak seperti itu. Ada fase sebelum pra natal, yakni pra konsepsi. Fase ini
adalah fase yang erat kaitannya dengan pernikahan. Di barat tentu saja menikah
bukanlah hal yang penting untuk di bahas karena mereka tidak mempercayai adanya
hubungan antara menikah dengan anak yang akan dilahirkan. Tapi dalam islam,
tidaklah seperti itu. Menikah dan tidak, dipercayai oleh umat islam akan
mempengaruhi proses pembentukan anak yang akan dilahirkan.
Semenjak zaman dahulu, manusia membesarkan anak keturunannya, telah
dipersoalkan tentang bagaimana cara-cara mendidik anak bahkan semenjak dalam
kandungan pun bayi telah didik oleh ibunya melalui hal apa yang biasa dilakukan
oleh ibunya. Bahkan dalam sebuah penelitian bayi yang ada di dalam kandungan
jika dibacakan ayat Al-Qur’an, bayi tersebut akan bergerak menuju posisi sujud.
Jika diambil pelajaran semenjak dalam kandungan pun kita sudah sujud kepada
yang kuasa yaitu kepada Allah Ta'ala.
Tidak
hanya itu, dalam islam proses perkembangan kognitif seorang anak harus berjalan
sesuci mungkin dan dimulai sejak sebelum lahir. Dan bahkan bisa jadi, itu sangat menentukan perkembangan pada tahap selanjutnya. Banyak realita
yang membuktikan akan hal ini. Imam Syafi’ie rahimahullah, dan
banyak imam lainnya, yang mampu menghafalkan al-Quran pada usia dini. Bahkan
tidak hanya itu, ada anak yang bahkan sudah menjadi seorang professor karena
bukan hanya hafal al-Quran pada usia dini, tapi bahkan mampu menafsirkannya dan
menggunakan dalam kesehariannya.
Dalam
al-Qur’an kata shadr/dada banyak disebut dalam beberapa ayat : Q.S. (29) Al ‘Ankabuut ayat 49
ö@t/ uqèd 7M»t#uä ×M»oYÉit/ Îû Írßß¹ úïÏ%©!$# (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# 4 $tBur ßysøgs !$uZÏF»t$t«Î/ wÎ) cqßJÎ=»©à9$# ÇÍÒÈ
Artinya :
“Sebenarnya,
Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-rang yang
diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang
yang zalim”.
Ahli-ahli psikologi kognitif dalam banyak penelitiannya,
mempercayai bahwa kejiwaan dan tingkahlaku manusia banyak dipengaruhi oleh
faktor kognitif yang merupakan pusat berpikir (akal), selanjutnya menjadi motor
penggerak jiwa dan tingkahlaku manusia. Permasalahan
hidup dikendalikan oleh otak manusia, maka kemudian muncullah berbagai teori
tentang kognitif. Dari teori kemudian menghasilkan program-program atau
rancangan untuk mengatasi persoalan hidup. Pada dasarnya teori-teori kognitif
yang dibangun oleh barat, banyak dipengaruhi pemikiran ahli filsafat
Aristoteles yang mengatakan” Manusia dan dunianya seperti arloji, sekiranya ada
kerusakan pada, cukup mengganti bagian yang rusak itu.” Artinya manusia sangat
menjadi mekanistik dan segala persoalannya menjadi sangat sederhana.
Psikologi Islam berkaitan dengan kognitif tidak memusatkan otak
sebagai sentral dalam proses berpikir.
Proses berpikir melibatkan banyak elemen termasuk otak/ akal, Nafsu, dan Hati
Nurani/ Qolb. Al-Gazali menjelaskan hubungan ketiganya seperti hubungan raja,
perdana menteri, dan mentri-mentri. Fungsi raja diwakili oleh Hati, perdana
meneteri otak, dan menteri oleh nafsu. Pengambil keputusan adalah raja, perdana
menteri adalah sebagai pelaksana tugas, dan menteri merupakan pelaksana tugas
lapangan.
Di dalam al-Qur’an sendiri perkataan Aql tidak pernah
disebut dalam kata benda, selalunya al-Qur’an menyebutnya dengan kata kerja.
Seperti ‘afala ta’kiluun’, afala tatafakarunn’, afala
tatadabbaruun’. Ini menunjukkan bahwa berpikir itu merupakan sebuah proses
kerja dan pusatnya adalah di hati dan hati itu adanya di dalam dada.
Sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Hajj ayat 46.
Artinya
“Maka apakah mereka tidak berjalan
di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami
atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena
sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di
dalam dada”.
Maka pengertian yang bisa dipahami dari surat al-Ankabut
ayat 49 dan surat al-Hajj ayat 46 adalah bahwa.
1.
Pusat
berpikir yang luar biasa letaknya ada di hati, maka
untuk memahami al-Qur’an tidak bisa hanya menggunakan kognitif atau akal saja.
Ia harus dipahami dan dihayati kemudian diamalkan.
2.
Al-Quran
hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang berilmu yang didalam dadanya dipenuhi
oleh keimanan kepada Allah, sementara orang yang mempelajari al-Quran tanpa
keimanan dalam dada, maka ia hanya menjadi sebatas pengetahuan.
3.
Makna
dada pada kedua ayat tersubut sekaligus mempunyai dua pengertian, yaitu makna
secara biologis atau fisik yaitu dada yang di dalamnya terdapat jantung
dan juga pengertian psikologis yang merupakan alam tempat bersemayamnya ruh dan
hati nurani.
4. Makna hati juga mempunyai dua pengertian, secara
biologis atau fisik adalah jantung, sedangkan secara psikologis adalah hati
nurani yang dalam bahasa arab sering disebut dengan Qolb, atau Fu’ad.
B.
RUANG
LINGKUP PSIKOLOGI KOGNITIF
Psikologi kognitif adalah ilmu
yang menyelidiki pola pikir manusia.Psikologi kognitif dapat pula dipandang
sebagai studi terhadap proses-proses yang melandasi dinamika mental. Psikologi
kognitif memiliki sejarah yang panjang diawali dari filsuf yang menanyakan asal
muasal pengetahuan dan bagaimana pengetahuan ditampilkan dalam pikiran.
Fungsionalisme memahami apa yang
dilakukan manusia dan mengapa melakukannya artinya mempelajari proses bagaimana
dan kenapa pikiran bekerja. Wiliam James (1842-1910 melahirkan gagasan atensi,
kesadaran dan persepsi yang kemudian melahirkan pragmatisme (John Dewey
1859-1952) yang menyoroti tentang kegunaan pengetahuan.
Studi terhadap aksara hierogilf
Mesir kuno menunjukkan bahwa penulisnya meyakini bahwa pengetahuan berada
di jantung sebuah pemikiran yang juga diungkapkan oleh Aristoteles, seorang
filsuf Yunani kuno namun tidak disetujui oleh gurunya Plato yang berpendapat
bahwa otak adalah tempat pengetahuan yang disimpan. Teori-teori
kuno umumnya membahas letak pikiran dan memori.
Abad ke-8 dikenal sebagai abad
pencerahan, adalah terjadinya perubahan besar-besaran dalam teknologi sosial,
dan politik. Ilmu pengetahuan berkembang pesat tanpa adanya ketakutan akan
pengucilan dari gereja. Pada masa inilah sebuah cabang ilmu filsafat akan
menjadi psikologi yang dibawa pada titik keilmuan.
Kebanyakan psikologi Amerika berpegang pada suatu kerangka teoritis yang
dikenal dengan nama “pemrosesan informasi” yang digambarkan pengolahan kejadian
dalam otak, meliputi langkah pengolahan informasi. Yang dimaksudkan informasi
adalah masukan bagi setiap satuan structural.
Penjelasannya sebagai berikut:
1)
Lingkungan
hidup mengeluarkan sejumlah rangsangan, misalnya benda yang kena cahaya
memantulkan gelombang sinar yang dapat dilihat, bunyi radio memantulkan
gelombang suara yang bisa didengar. Menjadi informasi bagi satuan structural
yang menangkapnya.
2)
Informasi ini
ditangkap oleh alat-alat indera yang peka terhadap bentuk energy fisik
tertentu, seperti mata untuk sinar dan kulit untuk sentuhan, diolah dan diubah
menjadi pulsa-pulsa elektrokimia yang dikirm ke pusat-pusat tertentu dalam otak
dan akhirnya masuk ke dalam sistem saraf pusat.
3)
Informasi yang
ditampung itu disimpan selama waktu yang amat singkat sekali. Sebagian kecil
diterukan ke ingatan jangka pendek untuk diolah lebih lanjut, sedangkan sisanya
hilang dan tidak tersedia lagi untuk pengolahan. Jadi macam informasi
dokurangi, atau terjadi seleksi dalam persepsi
4)
Infomrasi yang
telah diseleksi masuk ke dalam ingatan jangka pendek. Yang dimaksud dengan
ingatan adalah saat orang memyadari ada sesuatu yang dihadapi, misalnya
menyadari sedang melihat satu nama dengan sebuah nomor telepon, dan buku
telepon. Namun, lamanya saat kesadaran itu amat singkat, kira-kira
20 detik. Informasi yang masuk tadi kemudian menghilang, kecuali bila tertahan
lebih lama kearena mulai iingat-ingta kembali atau diolah untuk diambil
maknanya. Proses penangkapan informasi disebut “rebealsal”.
5)
Hasil
pengolahan menjadi masukan bagi ingatan jangka panjang. Namanya demikian karena
informasi yang tersimpan disni bertahan lama sekali, mengkin untuk jangka
seumur hidup. Hal ini tegantung juga dari kualitas pengolahan infrmasi selama
dalam ingatan kerja sebelum pindah ke ingatan jangka panjang. Bilamana
informasi tidak tersimpan dalam bentuk sistematika yang baik, informasi sukar
ditemukan dan penggalian tidak berhasil. Dalam keadaan ini, orang
mengatakan “informasi hilang”, padahal tidak demikian, tetapi informasi tidak
masuk atau terlupakan.
6)
Informasi yang
berasal dari ingatan jangla pendek atau ingatan jangka panjang ditampung dalam
pusat perencanaan yang mempersiapkan masukan ini untuk disalurkan ke unit alat
pelaksana, yang akhirnya akan emberikan jawaban reaksi terhadap lingkngan.
Jadi, dalam unit ini terjadi lagi suatu transformasi yang masuk, yaitu
ditentukan bentuk dan wujud bagi jawaban reaksi dan bagaimana urutan
pelaksanaannya.
7)
Alat pelaksana
meliputi semua otot dan kelenjar, yang mewujudkan jawaban reaksi/lingkungan
sesuai dengan tuntunan dan ketentuan yang doberikan oleh pusat
perencanaan.
8)
Aliran
transformasi informasi sebagaimana berlangsung dalam satuan structural, (2)
sampai (7) secara ideal terorganisir dengan baik, sehingga mencapai suatu
sasaran.
9)
Sasaran apa
yang akan dicapai dan apa makna sasaran itu, terungkapkan dalam harapan tentang
tujuan dalam motivasi yang rata. Ini semua merujuk pada apek kognitif falam
berkehendak dan berkemauan.
Ruang
lingkup psikologi kognitif meliputi prosese-proses mental, antara lain:
1. Sensasi dan Persepsi
Sensasi (sensation)
mengacu pada penditeksian dini terhadap energi dari dunia fisik. Persepsi (perception)
melibatkan kognisi tingkat tinggi dalam penginterpretasian terhadap informasi
sensorik.
Jadi
bisa dikatakan bahwa sensasi itu merupakan pendeteksian terhadap stimuli oleh
alat indera yang kita miliki kemudian diinterpretasikan dan inilah yang disebut
dengan persepsi. Dengan kata lain bahwa persepsi itu merupakan pemberian makna
terhadap pengalaman sensorik.
Berbicara mengenai alat indera, perlu diketahui
bahwa seluruh alat indera menghadirkan informasi berharga mengenai lingkungan
disekitar kita, namun sebuah indera yang sejauh ini menyediakan informasi yang
paling penting adalah indera penglihatan.
2. Atensi
Atensi
adalah kemampuan seseorang untuk memilih dan memproses informasi tertentu dan
mengabaikan informasi lain. Intisari atensi adalah pemusatan kesadaran. Dalam
atensi ada pengabaian terhadap obyek-obyek lain agar kita sanggup menangani
obyek-obyek tertentu secara efektif.
Contoh:
Ketika anda menyaksikan tayangan pertandingan sepakbola. Anda mungkin kesulitan
untuk memperhatikan aksi seluruh pemain secara bersamaan. Dalam kasus tersebut
anda secara terus menerus dibombardir oleh sinyal-sinyal sensorik yang
melimpah. Namun dengan adanya atensi maka anda akan memilih stimuli yang
mendapat atensi penuh.
3. Memori
Memori
adalah elemen pokok dalam sebagian besar proses kognitif.
·
Memori
sensoris, memori yang mmpertahankan informasi dunia dalam bentuk sensoris
aslinya hanya selama beberapa saat.
·
Menurut Calfee
(dalam Lefrancois, 1991), memori jangka pendek merupakan semacam coretan pada
pikiran yang terdiri dari apa yang kita sadari secara langsung
·
Memori jangka
panjang, bagian dari sistem memori yang menyimpan banyak informasi secara
relatif permanen selama periode waktu yang lama, semua yang kita ketahui tetapi
tidak dalam kesadaran langsung, memiliki kapasitas yang sangat besar
Fungsi
memori, yaitu:
a. Menyimpan informasi
b. Menghubungkan peristiwa baru dengan peristiwa sebelumnya untuk
memahami peristiwa tersebut
c. Memberikan pengetahuan yang relevan ketika diperlukan
4. Bahasa
Bahasa
adalah suatu bentuk komunikasi, baik lisan, tertulis, atau isyarat, yang
didasarkan pada sebuah sistem simbol.
Akuisi
bahasa terjadi melalui tahapan-tahapan. Celotehan terjadi pada usia sekitar 3-6
bulan, kata pertama pada usia 10-3 bulan, dan ungkapan dua kata pada 18-24
bulan, seiring anak-anak bergerk melampaui ungkapan dua kata, mereka dapat
menunjukkan bahwa mereka mengetahui sejumlah aturan morfologis, sebagaimana
dibuktikan dalam studi Berko Gleason. Anak-anak juga membuat kemajuan daam
fonologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik.
5. Pemecahan Masalah
Pemecahan
masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan
suatu solusi/ jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Kita menemukan
banyak masalah dalam kehidupan sehari-haru kita, sehingga kita akan membuat
cara untuk menanggapi, memilih, menguji respons yang kita dapat untuk memecahkan
suatu masalah.
Menurut
para penganut psikologi Gestalt (gestaltist), suatu permasalahan (khususnya
masalah-masalah perseptual) ada ketika ketegangan atau stres muncul sebagai
hasil dari interaksi antara persepsi dan memori.
6. Kreativitas
Kreativitas adalah suatu aktifitas kognitif yang menghasilkan suatu
pandangan yang baru mengenai suatu bentuk permasalahan dan tidak dibatasi pada
hasil yang pragmatis (selalu dipandang menurut kegunaannya).dengan demikian,
proses kreativitas bukan hanya sebatas menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
saja ( eskipun sebagian besar orang yang kreatif hampir selalu menghasilkan
penemuan, tulisan, maupun teori yang bermanfaat).
Berdasarkan
sejarah psikologi kognitif, Wallas (1926) menjelaskan bahwa ada 4 tahapan dalam
proses kreatif, yaitu:
a.
Persiapan,
memformulasikan suatu masalah dan membuat usaha awal untuk memecahkannya
b.
Inkubasi, masa
dimana tidak ada usaha yang dilakukan secara langsung untuk memecahkan masalah
dan perhatian dialihkan sejenak pada hal lain
c.
Iluminasi,
memperoleh insight (pemahaman yang mendalam) dari masalah tersebut
d.
Verifikasi,
menguji pemahaman yang telah didapat dan membuat solusi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Psikologi
kognitif adalah ilmu yang menyelidiki pola pikir manusia.Psikologi kognitif
dapat pula dipandang sebagai studi terhadap proses-proses yang melandasi
dinamika mental.Psikologi kognitif memiliki sejarah yang panjang diawali dari
filsuf yang menanyakan asal muasal pengetahuan dan bagaimana pengetahuan
ditampilkan dalam pikiran.
Dengan mempelajari psikologi, berarti kita
berusaha untuk mengenal manusia, mengetahui aspek-aspek kepribadian manusia dan
memahami agar dapat menguraikan dan menggambarkan tingkah laku manusia.
Ruang lingkup psikologi kognitif meliputi
prosese-proses mental, antara lain: Sensasi dan
Persepsi, Atensi, Memori, Bahasa, Pemecahan Masalah, Kreativitas.
B.
Saran
Penulis menyadari banyak kesalahan dalam
pembuatan makalah ini, maka penulis meminta maaf atas kekurangan yang penulis
lakukan. Maka penulis meminta kritik dan sarannya dari rekan-rekan dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Gunadarsa, Singgih D.. (2008). Psikologi
Perkambangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia
Muhibin, Syah. 2002. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan
Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Prof.Dr. Muh Said dan Dra. Junimar Affan.1990.
Psikologi dari zaman ke zaman. Jermars Bandung
Sumanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan Landasan
Kerja Pemimpin Terjemah Al Qur’an,
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Yusuf,Syamsu. (2000). Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar