A. Pengertian
Sosial Budaya
Sosial
mengacu pada hubungan antar individu, antar masyarakat, dan
individu dengan masyarakat. Unsur sosial merupakan aspek individu secara alami, artinya aspek
ini telah ada sejak, manusia dilahirkan.
Ilmu
yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur
sosialnya disebut sosiologi, selain mempelajari cara manusia berhubungan satu
dengan yang lain dalam kelompoknya serta susunan dan keterkaitan unit-unit
masyarakat atau unit sosial dalam suatu wilayah. Dapat pula dikatakan ilmu ini merupakan
analisa ilmiah terhadap proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam
sistem pendidikan.
Kegiatan
pendidikan merupakan proses interaksi antara dua individu,dua generasiyang memungkinkan generasi muda dalam lembaga yang disebut sekolah. Sekolah
sengaja dibentuk oleh masyarakat agar pola dan kegiatan pendidikan semakin
intensif.
Dasar
sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik
masayarakat. Sosiologi
pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola
interaksi sosial di dalam sistem pendidikan
Interaksi
ini terjadi dalam dunia persekolahan sebagai bagian kecil dari masyarakat pendidikan
yang membentuk karakter peserta didik. Dari interaksi sosial
ini akan memunculkan budaya-budaya, seperti : budaya berpakaian, budaya
bertingkah laku, budaya berkarakter, budaya belajar, budaya menulis, budaya
mendengarkan, budaya mengajar, serta budaya-budaya yang lain yang terjadi dari
interaksi sosial tersebut.
Sosial
mengacu kepada hubungan antar individu, antar masyarakat, aspek individu secara
alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan. Karena itu, aspek sosial melekat pada diri individu
yang perlu dikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik agar menjadi
matang. disamping tugas pendidikan mengembangkan aspek
sosial, aspek itu sendiri sangat berperan dalam membantu anak dalam
mengembangkan dirinya. Maka segi sosial ini perlu diperhatikan dalam proses
pendidikan.
Kebudayaan
menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, seni, hukum, moral, adat,dan kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran
Manan,1989) Fungsi kebudayaan dalam kehidupan manusia :
a.
Penerus keturunan dan pengasuh anak
b.
Pengembangan kehidupan berekonomi
c.
Transmisi budaya
d.
Meningkatkan iman dan takwa kepada
Tuhan Yang Maha esa
e.
Pengendalian social
f.
Rekreasi
Perubahan kebudayaan
disebabkan oleh
a.
Originasi atau penemua-penemua baru
b.
Difusiataupercampuran budaya baru
dengan buday
c.
Reinterpretasi atau modifikasi
kebudayaan agar sesuai dengan keadaan
Untuk
membuat kebudayaan, termasuk pendidikan di masyarakat, sebagai sesuatu yang
tidak selalu disadari oleh pendidik, menjadi wadah proses belajar sehingga anak
dapat berkembang wajar sejak awal, membutuhkan sejumlah pembenahan, yaitu :
1.
Kerjasama orang tua, masyarakat, dan
pemerintah dalam memperbaikipendidikan ditingkatkan.
2.
Pendidikan nonformal dan pendidikan informal,
ditangani secara serius, paling sedikit sama intensitasnya dengan
penanganan pendidikanjalurformal.
3.
Kebudayaan, terutama tayangan
televisi, yang paling banyak pengaruhnya terhadap perkembangan anak dan remaja,
perlu ditangani dengan.
4.
Kebudayaan-kebudayaan negatif yang
lain perlu dihilangkan dengan berbagai cara.
Dalam
perkembangan landasan sosial budaya memiliki fungsi yang amat penting dalam
dunia pendidikan yaitu :
a.
Mewujudkan masyarakat yang cerdas
Yaitu
masyarakat yang pancasilais yang memiliki cita-cita dan harapan dapat
demokratis dan beradab, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan bertanggung
jawab dan berakhlak mulia tertib dan sadar hukum, kooperatif dan kompetitif
serta memiliki kesadaran dan solidaritas antar generasi dan antara bangsa.
b.
Transmisi budaya
Sekolah
berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai pusat
penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan
tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada
tingkat pendidikan tinggi.
Pengendalian
sosial berfungsi memberantas atau memperbaiki suatu perilaku menyimpang dan menyimpang
terjadinya perilaku menyimpang. Pengendalian sosial juga berfungsi melindungi
kesejahteraan masyarakat seperti lembaga pemasyarakatan dan lembaga pendidikan.
d.
Meningkatkan Iman dan Taqwa kepada
Tuhan YME
Pendidikan
sebagai budaya haruslah dapat membuat anak-anak mengembangkan kata hati dan
perasaannya taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
Pendidikan
atau sekolah memberi manfaat untuk meningkatkan peranan mereka sebagai warga masyrakat.
Konsep
pendidikan mengangkat derajat manusia sebagai mahluk budaya yaitu mahluk yang
diberkati kemampuan untuk menciptakan kemampuan untuk menciptakan nilai
kebudayaan dan fungsi budaya dan pendidikan adalah kegiatan melontarkan
niali-nilai kebudayaan dari generasi yang satu ke generasi yang berikutnya.
Pendidikan
sebagai proses adalah suatu kegiatan memperoleh dan menyampaikan:
1.
Nilai-nilai sosial budaya bangsa
adalah nilai-nilai yang kita jungjung tinggi,kita amalkan, kita amankan adalah
nilai-nilai yang taat dalam pancasila. Dengan demikian nilai-nilai
hidup kita adalah nilai keagamaan nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai
kerakyatan, dan nilai keadilan sosial.
2.
Kesadaran aspirasi pandangan hidup,
cita-cita nasional dan tanggung jawab pendidikan merupakan adanya kesadaran
terhadap semua hal (aspirasi pandangan hidup, cita-cita nasional, dan tanggung
jawab pendidikan) merupakan kunci pokok dari keberhasilan usaha mencapai
tujuan.
3.
Dinamika ilmu pengetahuan teknologi
dan ekonomi.
Kebudayaan menyangkut seluruh cara hidup dan kebudayaan
manusia yang diciptakan oleh manusia ikut mempengaruhi pendidikan
atau pengembangan anak. Sebaliknya pendidikan juga dapat mengubah kebudayaan
anak.
B. Pengertian
Pembentukan Karakter
Menurut
kamus umum bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yag lain; tabiat; watak.
Berkarakter artinya mempunyai tabiat; mempunyai kepribadian; watak (W. J. S
Poerwadarminta. 1926: 669).
Hermawan
Kertajaya mengemukakan bahwa karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh
suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar pada
kepribadian benda atau individu tersebut. Dan merupakan “mesin” yang mendorong
bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar dan merespons sesuatu. Ciri
khas inipun yang diingat oleh orang lain tentang orang tersebut dan menentukan
suka atau tidak sukanya mereka terhadap sang individu. Karakter memungkinkan
perusahaan atau individu mencapai pertumbuhan yang berkesinambungan karena
karakter memberikan konsistensi, integritas dan energi (M. Furqon Hidayatullah.
2010: 13).
Sedangkan
menurut Hamka karakter adalah watak atau sifat, fitrah yang ada pada diri
manusia., (Hamka Abdul Aziz. 2011: 73).
Karakter (character) mengacu pada serangkaian
sikap (attitues), perilaku(behaviors), motivasi (motivations),
dan keterampilan (skills). Karakter meliputi sikap seperti
keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual seperti
berpikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan bertanggung jawab,
mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan,
kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang
berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan, dan komitmen untuk
berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya. Karakteristik adalah
realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, sosial,
emosional, dan etika. Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal yang terbaik (Victor Battistich. 2007)
Ada
beberapa istilah yang berkaitan dengan istilah karakter, diantaranya yaitu:
a.
Karakter: watak atau sifat, fitrah
yang ada pada diri manusia yang terikat dengan nilai
hukum dan ketentuan tuhan. Bersemayam dalam diri seseorang sejak kelahirannya.
Tidak bisa berubah, meski apapunyang terjadi. Bisa tertutupi dengan berbagai
kondisi (Hamka Abdul Aziz. 2011: 48).
b.
Tabiat: sifat, kelakuan, perangai,
kejiwaan seseorang yang bisa berubah-ubah karena interaksi sosial dan sangat
dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan. Sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia
yanpa dikehendaki dan tanpa diupayakan (M. Furqon Hidayatullah. 2010: 11).
c.
Adat: sifat dalam diri yang
diupayakan manusia melalui latihan, yakni berdasarkan keinginan.
d.
Kepribadian: tingkah laku atau
perangai sebagai hasil bentukan dari pendidikan dan pengajaran baik secara
klasikal atau non formal. Bersifat tidak abadi, karena selalu berhubungan
dengan lingkungan (Hamka Abdul Aziz. 2011: 50).
e.
Identitas: alat bantu untuk
mengenali sesuatu. Sesuatu yang bisa digunakan untuk mengenali manusia.
f.
Moral: ajaran tentang budi pekerti,
mulia, ajaran kesusilaan. Moralitas adal adat istiadat, sopan santun, dan
perilaku (Bambang Mahirjanto. 1995: 414).
g.
Watak: sifat batin manusia yang
mempengaruhi pikiran dan prilaku. Cakupannya meliputi
hal-hal yang menjadi tabiat dan hal0hal yang diupayakan hingga menjadi
adat(Bambang Mahirjanto. 1995: 572).
h.
Etika: ilmu tentang akhlak dan tata
kesopanan; peradaban atau kesusilaan. Menurut Ngainum dan Achmad yaitu, Pertama;
nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya, merupakan “sistem nilai” yang bisa berfungsi
dalam kehidupan seseorang atau kelompok sosial. Kedua; kumpulan
asas atau nilai moral, atau kode etik. Ketiga; ilmu tentang baik
dan buruk(Ngainun Naim dan Achmad Sauqi: 113).
i.
Akhlak: budi pekerti atau kelakuan,
dalam bahasa arab; tabiat, perangai, kebiasaan. Ahmada mubarok mengemukakan
2001; 14 mengemukakan bahwa akhlak adalah keadaaan batin seseorang yang menjadi
seumber lahirnya perbuatan dimana perbuatan itu lahir dengan mudah tanpa
memikirkan untung dan rugi.
j.
j. Budi pekerti: perilaku,
sikap yang dicerminkan oleh perilaku (M. Furqon Hidayatullah.
2010: 11).
Lingkungan
sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila;
jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah
berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya
dan karakter bangsa adalah mengembangkan
nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui
pendidikan hati, otak, dan fisik.
Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan YME, diri
sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi Insan
Kamil (Masnur Muslich. 2011: 84)
Karakter
tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari
demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi
tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas
tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Pembangunan
karakter adalah prose membentuk karakter, dari yang kurang baik menjadi yang
lebih baik.
C. Penertian
Peserta Didik
Menurut
DR. H Syarif Hidayat,M.Pd, peserta didik adalah anak, individu yang tergolong
dan tercatat sebagai siswa di dalam satuan pendidikan.
Setiap
individu dikatakan sebagai peserta didik apabila ia memasuki usia sekolah. Usia
4-6 tahun di taman kanak-kanak, Usia 6-7 tahun di sekolah dasar, usia 13-16
tahun di SMP, usia 16-19 di SLTA.
Dalam
kaitanya dengan kepentingan pendidikan peserta didik harus ditempatkan sebagai
pribadi yang utuh, sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan sosial, sabagi
kesatuan jasmani dan rohani.
Peserta
didik sebagai obyek dari sangat urgen untuk diperhatikan dari berbagai faktor,
faktor tersebut adalah sebagai individu dan karaktristiknya.
Dari
uraian tersebut di atas akibat globalisasi tentunya membawa pengaruh terhadap
suatu negara termasuk Indonesia, khususnya terhadap perkembangan moral peserta
didik. Pengaruh negatif globalisasi yang berkaitan dengan perkembangan moral
peserta didik antara lain dalam bidang budaya dan sosial, banyak dikalangan
remaja telah hilang nilai-nilai nasionalisme bangsa kita, misalnya sudah tidak
kenal sopan santun, cara berpakaian, dan gaya hidup mereka cenderung meniru budaya
barat. Munculnya sikap individualisme, kurang peduli terhadap orang lain
sehingga sikap gotong royong semakin luntur.
Untuk
mengantisipasi pengaruh negatif arus globalisasi terhadap nilai-nilai
nasionalisme bangsa kita, khususnya terhadap perkembangan moral peserta didik
maka perlu dilakikan langkah-langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif arus
globalisasi perkembangan moral peserta didik antara lain: 1. menanamkan sikap
kepada peserta didik untuk mencintai produk dalam negeri melalui pembelajaran
di sekolah 2. menumbuhkembangkan nilai pancasila yang merupakan dasar negara
kita terhadap peserta didik 3. menanamkan dan melaksanakan ajaran agama tidak
hanya tanggung jawab guru agama, melainkan merupakan tanggung jawab oleh semua
guru bidang studi 4. menginformasikan kepada peserta didik untuk menyeleksi
arus globalisasi dalam segala bidang, melalui pembelajaran.
Dengan
cara mengantisipasi pengaruh negatif arus globalisasi terhadap perkembangan
moral peserta didik, diharapkan peserta didik yang nantinya merupakan sumber
daya manusia yang akan datang terhindar dari budaya barat yang tidak relevan
dengan nilai-nilai nasionalisme dan cita-cita luhur bangsa kita yang telah
digariskan dalam Undang-Undang Negara Indonesia.
Usaha
menumbuhkan karakter positip pada anak dapat dimulai sedini mungkin, strategi
pembelajaran moral perlu mengupayakan peningkatan kemampuan siswa yang
berkaitan dengan moral. Asri Budiningsih berpendapat bahwa salah satu upaya
untuk mengatasi masalah-masalah moral di kalangan remaja adalah mengembangkan
teori-teori dan model-model atau strategi pembelajaran moral yang berpijak pada
karakteristik siswa dan budayanya. Penulis sependapat dengan Budiningsih. Hal
ini akan memudahkan pemahaman siswa terhadap kualitas moral seseorang, karena karakteristik
siswa merupakan kemampuan awal yang telah dimiliki siswa untuk kepentingan
pembelajaran moral termasuk pemahaman moral dan tindakan moral yang tercermin
pada peran sosialnya.
Uraian tersebut di atas senada dengan pendapat
Prof Wardani bahwa karakter tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya
karena karakter terbentuk dalam lingkungan sosial budaya tertentu. Dalam hal
ini para guru di sekolah dan orang tua harus saling mengisi untuk menumbuhkan
karakter positip pada anak melalui pembelajaran yang berkaitan dengan
pendidikan agama sehingga generasi mendatang bangsa kita menjadi bangsa yang
beriman berbudi pekerti luhur, berakhlak mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar