Menurut bahasa, arti kata
ilmu berasal dari bahasa Arab (‘ilm), bahasa Latin (science), dan
bahasa yunani (logos) yang berarti tahu atau mengetahui atau memahami.
Sedangkan menurut istilah, ilmu adalah pengetahuan yang sistematis atau ilmiah.
Perbedaan ilmu dan pengetahuan yaitu: Secara umum, Pengertian Ilmu merupakan
kumpulan proses kegiatan terhadap suatu kondisi dengan menggunakan berbagai
cara, alat, prosedur dan metode ilmiah lainnya guna menghasilkan pengetahuan
ilmiah yang analisis, objektif, empiris, sistematis dan verifikatif. Sedangkan
pengetahuan (knowledge) merupakan kumpulan fakta yang meliputi bahan
dasar dari suatu ilmu, sehingga pengetahuan belum bisa disebut sebagai ilmu,
tetapi ilmu pasti merupakan pengetahuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Pengertian Ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang
yang disusun secara sistematis menurut metode ilmiah tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan kondisi tertentu dalam bidang pengetahuan.
Sedangkan dalam Wikipedia Indonesia, Pengertian Ilmu/ilmu pengetahuan
adalah seluruh usaha sadar untuk menemukan, menyelidiki dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai bentuk kenyataan dalam alam manusia
Ilmu pada dasarnya adalah
pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau
sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berfikir.
Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi
objek kajian dari ilmu terkait.
Definisi ilmu bergantung
pada cara kerja indra masing-masing individu dalam menyerap pengetahuan dan
juga cara berfikir setiap individu dalam memproses pengetahuan yang di
perolehnya. Selain itu juga, dalam definisi ilmu bisa berlandaskan aktifitas
yang dilakukan ilmu itu sendiri. Kita dapat melihat hal itu melalai metode yang
digunakan.
Dalam pengertian ilmu, ada
lima sifat ilmiah sebagai syarat-syarat ilmu yaitu:
1. Sistemis,
ilmu harus memiliki keterikatan dan terumuskan dalam hubungan yang logis dan
teratur sehingga suatu system akan membentuk secara utuh, terpadu, menyeluruh
dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat yang menyangkut objeknya.
2. Objektif,
ilmu harus memiliki objek kajian yang meliputi golongan masalah yang sama
dengan sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Kajian
objeknya bersifat ada atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya
(bukan hasil prasangka/dugaan).
3. Analis/metodis.
Artinya adanya metode tertentu yang digunakan dan merujuk pada metode ilmiah
atau upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya
penyimpangan yang bertujuan mencari kebenaran ilmiah.
4. Universal,
ilmu bersifat umum atau kebenaran yang hendak dicapai.
5. Empiris,
ilmu hasil percobaan atau panca indra.
B. Cabang-cabang Ilmu
Adapun cabang-cabang ilmu
pengetahuan antara lain adalah Ilmu, dibagi menjadi dua, Ilmu sosial dan ilmu
eksakta, yaitu:
a. Ilmu Eksakta meliputi
antara lain berbagai ilmu teknik (seperti teknik permesinan kapal, nuklir,
perminyakan, metalurgi, gas petrokimia, informatika, komputer, planalogi,
kelautan, manajemen industri, pertambangan, kimia, sipil, mesin, elektro,
arsitektur, pertanian, geodesi, geologi, geofisika, dan meteorology), berbagai
ilmu kedokteran (seperti Kedokteran gigi, anak, penyakit dalam, penyakit
khusus, bedah dan lainnya), berbagai ilmu alam seperti biologi, astronomi,
ekologi, fisika, geologi, kimia, dan berbagai ilmu matematika seperti ilmu ukur
ruang, ilmu ukur sudut dan aljabar.
b. Ilmu-ilmu sosial
meliputi antara lain antropologi, sosiologi, hukum, linguistik, pendidikan,
sejarah, geografi, politik, psikologi dan ilmu administrasi seperti
administrasi pembangunan, niaga, negara, fiscal, kepegawaian, dan perkantoran
serta berbagai ilmu ekonomi seperti ekonomi pertanian, mikro, makro, social,
keuangan.
c. Ilmu
terapan meliputi ilmu rekayasa, komputer dan informatika.
Ilmu-ilmu eksakta
kesemuanya mempunyai objek fakta-fakta dan benda-benda alam serta
hukum-hukumnya pasti dan tidak dapat dipengaruhi oleh manusia sedangkan
ilmu-ilmu sosial, hukum-hukumnya relatif tidak sama pada berbagai ruang dan
waktu, dibandingkan ilmu-ilmu eksakta dalam arti selalu ada perubahan
tergantung situasi dan kondisi lingkungan, bahkan bisa dipengaruhi dan diatur
oleh manusia.
2. Filsafat
A. Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama filsafat
Barat muncul di Yunani semenjak kira- kira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika
orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi
untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang
bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya
sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta
pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang
bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat
Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates,
Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah
murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain
hanyalah “komentar- komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh
Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
B. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal
dari bahasa Yunani yaitu philosophia, yang terdiri dari dua kata,
yaitu philos, yang berarti cinta, senang, suka, dan sophia yang
berarti hikmat (wisdom), hikmah atau kebijaksanaan. Sehingga
berdasarkan asal katanya itu filsafat dapat diartikan cinta akan kebijaksanaan/hikmat.
Menurut Prof. Dr. Harun
Nasution, orang Arab memindahkan kata Yunani tersebut,philosophia,
ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikannya dengan tabiat bahasa
Arab, yaitu falsafa dengan pola fa’lala, fa’lalah, dan fi’lal.
Dengan demikian kata benda dari kata kerja falsafa seharusnya
menjadi falsafah atau filsaf.
Masih menurut Prof. Dr.
Harun Nasution, kata filsafat dalam bahasa Indonesia bukan berasal dari kata
Arab falsafah dan bukan pula dari bahasa Barat
(Inggris) philosophy. Di sini ia masih mempertanyakan apakah fil diambil
dari bahasa Inggris dan safah dari bahasa Arab, sehingga
menjadi kata filsafat?
Sedangkan pengertian
istilah filsafat secara terminologis ada bermacam-macam. Setiap filsuf memiliki
pengertian dan definisi yang berbeda-beda tentang filsafat. Hal ini antara lain
disebabkan karena :
1. Para
filsuf berbeda pendapat dalam menentukan prioritas objek kajian filsafatnya.
Ada filsuf yang menekankan pada alam, ada yang menekankan pada menusia, ada
yang menekankan pada ilmu pengetahuan, dll.
2. Masing-masing
definisi dari para filsuf tersebut baru menggambarkan sebagian saja dari sistem
filsafat, tidak menggambarkan system filsafat secara keseluruhan.
3. Sejak
berkembangnya ilmu pengetahuan empiris, filsafat mengalami redefinisi dalam hal
peran dan kontribusinya untuk pengetahuan manusia. Filsafat dewasa ini tidak
sama dengan filsafat zaman Yunani kuno. Dan tidak sama pula dengan filsafat
barat di zaman modern. Dewasa ini para filsuf mempersempit kajiannya hanya pada
aspek-aspek tertentu di alam semesta.
4. Para
filsuf dewasa ini lebih tertarik untuk menganalisi kehidupan manusia secara
nyata. Baik kehidupan manusia sebagai individu, maupun social dan cultural.
Mereka tertarik pada masalah-masalah eksistensial, seperti pengalaman manusia,
makna “aku”, makna penderitaan dan kebahagiaan, makna kebebasan dan
keterkungkungan. Ini dimulai terutama sejak Kierkegaard (1813-1855), Husserl
(1859-1938), dan para eksistensialis lainnya seperti Martin Heidegger
(1889-1976) dan Paul Sartre (1905-1980).
Di antara sekian banyaknya
pengertian istilah filsafat yang dikemukakan oleh para filsuf, ada beberapa
yang sering dikemukakan, yaitu :
· Plato mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang
segala yang ada
· Aristoteles berpendapat bahwa kewajiban filsafat adalah
menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat merupakan
ilmu yang umum sekali.
· Imanuel Kant mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan
pangkal segala pengetahuan dan pekerjaan.
· Fichte menyebut filsafat sebagai wissenschaftslehre atau
ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu yang umum, yang menjadi dasar segala ilmu.
· Alfarabi mengatakan bahwa filsafat ialah mengetahui semua
yang ujud karena ia ujud (al ‘ilmu bi almaujudat bima hiya maujudah).
· E.S. Ames sebagaimana diuraikan oleh Drs. H. Ali Saifullah,
merumuskan filsafat sebagai “a comprehensive view of life and its meaning,
upon the basis of results of the various sciences” (cara pandang terhadap
hidup dan hakikat kehidupan secara menyeluruh, atas dasar hasil dari berbagai
ilmu).
Dalam
pengertian yang lebih luas Harol Titus, mengemukakan pengertian filsafat antara
lain:
a. Filsafat
adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara kritis
b. Filsafat
iaalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
sangat kita junjung tinggi.
c. Filsafat
adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
d. Filsafat
ialah analisa logis dari bahasan serta penjelasan tentang arti konsep.
e. Filsafat
adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian manusia
dan dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat.
Sedikitnya ada tiga hal yang
mendorong atau memberi motivasi kepada manusia untuk berfilsafat, yaitu keheranan, rasa
ingin tahu yang sedalam-dalamnya, dan kekaguman.
Dari rasa heran orang akan terdorong untuk mencari jawab atas pertanyaan
mengapa demikian. Adalah suatu naluri manusia untuk mempunyai rasa ingin tahu.
Sebagian dari rasa ingin
itu dapat dijawab melalui pengamatan panca-inderanya. Namun sebagian besar yang
lain tidak terjawab. Untuk menjawab pertanyaan itu semua manusia harus berpikir
sedalam-dalamnya melampaui batas panca-inderanya. Pendorong munculnya filsafat
yang ketiga adalah kagum. Orang yang merasa kagum selalu merasa dirinya kecil,
lemah, sedangkan yang dikaguminya adalah besar dan bagus. Hal-hal semacam
itulah yang mendorong orang berpikir tentang betapa besar dan hebatnya yang
dikagumi itu. Kemudian mereka juga berpikir tentang dirinya yang merupakan
bagian yang sangat kecil dan mungkin tidak berarti terhadap apa yang mereka
kagumi itu. Jadi pada hakikatnya Filsafat adalah merupakan hasil olah pikir
manusia yang sedalam-dalamnya tentang sesuatu hal. Dengan kata lain, Filsafat adalah
ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran dari segala
sesuatu yang dilami manusia di semesta ini.
Dari uraian di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang amat luas
(komprehensif) yang berusaha untuk memahami persoalan-persoalan yang timbul di
dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan demikian diharapkan
manusia dapat mengerti dan memiliki pandangan yang menyeluruh dan sistematis
mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.
C. Subjek dan Objek Filsafat
Subjek filsafat adalah
seseroang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh-sungguh dan
mendalam. Seperti halnya pengetahuan, Maka filsafatpun (sudut pandangannya) ada
beberapa objek yang dikaji oleh filsafat, yaitu:
a. Obyek material yaitu segala sesuatu yang realitas
1. Ada yang harus ada, disebut dengan absoluth/
mutlak yaitu Tuhan Pencipta
2. Ada yang tidak harus ada, disebut dengan yang
tidak mutlak, ada yang relatif (nisby), bersifat tidak kekal yaitu ada yang
diciptakan oleh ada yang mutlak (Tuhan Pencipta alam semesta)
b. Obyek Formal/ Sudut
pandangan
Filsafat itu dapat
dikatakan bersifat non-pragmentaris, karena filsafat mencari pengertian
realitas secara luas dan mendalam. Sebagai konsekuensi pemikiran ini, maka
seluruh pengalaman-pengalaman manusia dalam semua instansi yaitu etika,
estetika, teknik, ekonomi, sosial, budaya, religius dan lain-lain haruslah
dibawa kepada filsafat dalam pengertian realita.
D. Cabang-Cabang Filsafat
Jika kita mengamati
karya-karya besar filsuf, seperti aristoteles (384-322 SM) dan Imanuel Kant
(1724-1804), ada tiga tema besar yang menjadi fokus kajian dalam karya-karya
mereka, yakni kenyataan, nilai, dan pengetahuan. Ketiga tema besar
tersebut masing-masing dikaji dalam tiga cabang besar filsafat. Kenyataan
merupakan bidang kajian metafisika, nilai adalah bidang kajian aksiologi, dan
pengetahuan merupakan bidang kajian epistimologi.
Namun ada juga yang membagi
cabang filsafat berdasarkan karakteristik objeknya. Berdasarkan karakteristik
objeknya filsafat dibagi dua, yaitu :
1. Filsafat umum/murni:
a. Metafisika,
objeknya adalah hakikat tentang segala sesuatu yang ada.
Koestenbaum (1968)
mendefinisikan metafisika sebagai studi mengenai karakteristik-karakteristik
yang sangat umum dan paling dasar dari kenyataan yang sebenarnya (ultimate
reality). Metafisika menguji aspek-aspek kenyataan seperti ruang dan waktu,
kesadaran, jiwa dan materi, ada (being), eksistensi, perubahan,
substansi dan sifat, aktual dan potensial, dan lain sebagainya.
Metafisika pada asasnya
meneliti perbedaan antara penampakan (appearance) dan kenyataan (reality).
Ada sejumlah aliran yang mencoba mengungkap hakikat kenyataan di balik
penampakan tersebut. Misalnya aliran naturalism dan materialism percaya
bahwa kenyataan paling dasar pada prinsipnya sama dengan peristiwa material dan
natural.
Sejak zaman Yunani kuno
sebagian besar filsafat diwarnai oleh pemikiran-pemikiran metafisik, kendati
cukup banyak juga filsuf yang meragukan dan menolak metafisika. Para filsuf
yang menolak metafisika beralasan bahwa metafisika tidak mungkin karena
melampaui batas-batas kemampuan indera untuk membuktikan kebenaran-kebenarannya.
Kebenaran-kebenaran yang dikemukakan oleh metafisika terlalu luas dan
spekulatif, sehingga tidak dapat dibuktikan dan diukur kebenarannya. Dalam
perkembangannya, metafisika kemudian dibagi lagi menjadi tiga sub cabang, yaitu
:
1. Ontology,
mengkaji persoalan-persoalan tentang ada dan tiada.
2. Kosmologi,
mengkaji persoalan-persoalan tentang alam semesta, asal-usul, dan unsur-unsur
yang membentuk alam semesta.
3. Humanologi ,
mengkaji persoalan-persoalan tentang hakikat manusia, hubungan antara jiwa dan
tubuh, kebebasan dan keterbatasan manusia.
4. Teologi (filsafat
agama), mengkaji persoalan-persoalan tentang Tuhan/agama.
b. Epistemologi (filsafat pengetahuan). Objeknya adalah pengetahuan/ kenyataan.
Istilah epistemology berasal
dari bahasa Yunani, yakni episteme yang berarti pengetahuan
dan logos yang berarti teori. Dengan demikian epistemology adalah
suatu kajian atau teori filsafat mengenai esensi pengetahuan.
Menurut Koestenbaum (1968),
secara umum epistemology berusaha untuk mencari jawaban atas
pertanyaan “apakah pengetahuan?”. Tetapi secara spesifik epistemology berusaha
menguji masalah-masalah yang kompleks, seperti hubungan antara pengetahuan dan
kepercayaan pribadi, status pengetahuan yang melampaui panca indera, status
ontology dari teori-teori ilmiah, hubungan antara konsep-konsep atau kata-kata
yang bersifat umum dengan objek-objek yang ditunjuk oleh konsep-konsep atau
kata-kata tersebut, dan analisis atas tindakan mengetahui itu sendiri.
c. Aksiologi. Objek
kajiannya adalah hakikat menilai kenyataan.
Aksiologi merupakan kajian
filsafat mengenai nilai. Nilai sendiri adalah suatu kualitas yang kita berikan
kepada sesuatu objek sehingga sesuatu itu dianggap bernilai atau tidak
bernilai. Pada masa kini objeknya lebih banyak berupa sains dan
teknologi. Peradaban manusia masa kini sangat bergantung pada ilmu
pengetahuan (sains) dan teknologi. Berkat kemajuan pada kedua bidang ini
pemenuhan kebutuhan manusia dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Banyak
sekali penemuan-penemuan baru yang amat membantu kehidupan manusia, seperti
misalnya penemuan dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Namun di pihak lain,
perkembangan-perkembangan tersebut mengesampingkan faktor manusia. Di mana
bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan
manusia, namun sering kali kini yang terjadi adalah sebaliknya. Manusialah yang
akhirnya harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Teknologi tidak lagi berfungsi
sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi manusia, melainkan dia ada
bertujuan untuk eksistensinya sendiri. Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di
ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu
sendiri.
Aksiologi diartikan sebagai
teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang ada. Masalah
nilai moral tidak bisa terlepas dari tekat manusia untuk menemukan kebenaran.
Sebab untuk menemukan kebenaran dan kemudian terutama untuk mempertahankannya,
diperlukan keberanian moral.
Nilai yang menjadi kajian
aksiologi ada dua, itu sebabnya aksiologi dibagi menjadi dua sub cabang yaitu :
1. Etika. Kajian
filsafat mengenai baik dan buruk, lebih kepada bagaimana seharusnya manusia
bersikap dan bertingkah laku, apa makna etika atau moralitas dalam kehidupan
manusia.
2. Estetika. Nilai
yang berhubungan dengan keindahan (indah dan buruk). Mengkaji mengenai
keindahan, kesenian, kesenangan yang disebabkan oleh keindahan.
2. Filsafat Khusus/Terapan, yang lebih mengkaji pada salah satu aspek kehidupan. Seperti
misalnya filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat bahasa, dan lain
sebagainya.
a) Interdisipliner adalah
interaksi intensif antar satu atau lebih disiplin, baik yang langsung
berhubungan maupun yang tidak, melalui program-program pengajaran dan
penelitian, dengan tujuan melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis.
b) Filsafat
Ilmu fisika. Fisika (Bahasa Yunani: φυσικός (physikos),
"alamiah", dan φύσις (physis), "Alam") adalah sains atau ilmu tentang alam
dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau
materi dalam lingkup ruang dan waktu.
d) Filsafat
Biologi adalah ilmu yang mempelajari aspek fisik kehidupan. Istilah "biologi" dipinjam dari bahasa Belanda, biologie, yang juga diturunkan dari gabungan
kata bahasa Yunani, βίος, bios ("hidup") dan λόγος,logos ("lambang",
"ilmu").
e) Filsafat Ilmu
Sosial adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek
yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya.
f) Filsafat
Linguistik adalah ilmu gabungan antara linguistik dan filsafat. Ilmu ini menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa sebagai kegiatan manusia serta dasar-dasar konseptual dan
teoretis linguistik. Filsafat bahasa dibagi menjadi filsafat bahasa ideal dan filsafat bahasa
sehari-hari.
g) Filsafat
Psikologi adalah Psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: "ψυχή" (Psychē yang berarti jiwa) dan "-λογία" (-logia yang
artinya ilmu) sehingga secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang
jiwa.
Pembagian cabang-cabang
filsafat di atas tidak kaku. Seorang filsuf yang mengklaim bahwa pemikiran
filsafatnya berupa kajian ontologis sering kali pula membahas masalah-masalah
eksistensi manusia, kebudayaan, kondisi masyarakat, bahkan etika. Ini misalnya
tampak dari filsafat Heidegger.
Dalam bukunya yang
terkenal, Being and Time (1979), dia menulis bahwa filsafatnya
dimaksudkan untuk mencari dan memahami “ada”. Akan tetapi dia mengakui bahwa
“ada” hanya dapat ditemukan pada eksistensi manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh sebab itu, dalam bukunya itu dia membahas mengenai keotentikan, kecemasan,
dan pengalaman-pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari.
3. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah bagian
dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut epistemologi. Istilah ini
pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat dua cabang
filsafat yakni epistemology dan ontology (on = being,
wujud, apa + logos = teori),ontology (teori
tentang apa). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar
yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah.
Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah.
Adapun yang tergolong
ilmiah ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu
akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian
rupa; sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metologis, teknis
dan normatif akademis. Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga
memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah dapat
dipertanggungjawabkan. Sedang pengetahuan tak-ilmiah adalah yang masih
tergolong prailmiah. Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi
yang secara sadar diperoleh, baik yang telah lama maupun baru didapat. Di
samping itu termasuk yang diperoleh secara pasif atau di luar kesadaran seperti
ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi).
Fungsi filsafat ilmu tidak
bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni:
· Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
· Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap
pandangan filsafat lainnya.
· Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan
pandangan dunia.
· Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam
kehidupan
· Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam
berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan
sebagainya.
Filsafat ilmu merupakan telaahan
secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu
seperti:
Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana
yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan
gejala sosial. Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi
ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian,
meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat
diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Dengan lain
perkataan, tidak menggarap hal-hal yang gaib seperti soal surga atau neraka
yang menjadi garapan ilmu keagamaan. Telaahan kedua adalah
dari segi epistemologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan
perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode dan
teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah,
meliputi langkah-langkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir
yang berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya.
Telaahan ketiga ialah dari segi aksiologi, yang
sebagaimana telah disinggung di atas terkait dengan kaidah moral pengembangan
penggunaan ilmu yang diperoleh.
Epistimologi, Ontologi, dan Aksiologi
Tahapan
|
Cakupan
|
Ontologi (Hakikat Ilmu)
|
Ø Obyek apa yang telah ditelaah ilmu?
Ø Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
Ø Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?
Ø Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu?
Ø Bagaimana prosedurnya?
|
Epistimologi (Cara
Mendapatkan Pengetahuan)
|
Ø Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu?
Ø Bagaimana prosedurnya?
Ø Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan
pengetahuan dengan benar?
Ø Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri?
Ø Apa kriterianya?
Ø Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu?
|
Aksiologi (Guna
Pengetahuan)
|
Ø Untuk apa pengetahuan tersebut digunakan?
Ø Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral?
Ø Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral?
Ø Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?
|
Teori pengetahuan yang
bersifat subjektif akan memberikan jawaban ”TIDAK”, kita tidak akan mungkin
mengetahui, menemukan hal-hal yang ada di balik pengalaman dan ide kita.
Sedangkan teori pengetahuan yang bersifat obyektif akan memberikan jawaban
”YA”. Hal ini memungkinkan kita mengenali berbagai ilmu pengetahuan yang ada,
tanpa mengenal ciri-ciri tiap pengetahuan dengan benar, maka bukan saja kita
dapat memanfaatkannya secara maksimal namun kadang bisa salah dalam
menggunakannya.
Filsafat dibutuhkan manusia
dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berbagai lapangan
kehidupan manusia, jawaban tersebut merupakan hasil pemikiran yang sistemis,
integral, menyeluruh dan mendasar. Jawaban seperti ini juga dapat digunakan
untuk mengatasi masalah-masalah yang menyangkut berbagai bidang kehidupan
manusia, termasuk dalam hal keilmuan.
4. TUJUAN FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu sebagai suatu
cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang sejarah perkembangan ilmu.
Metode - metode ilmiah, sikap etis yang harus dikembangkan oleh para ilmuan
secara umum memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut :
- Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga
orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiahnya. Sehingga terhindar dari sikap
tak ada pendapat yang paling benar
- Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, penguji mengkritik
asumsi dan metode keilmuan. Sikap yang diperlukan disini yakni menerapkan
metode sesuai dengan struktur ilmu pengetahuan karena metode merupakan sarana
berfikir bukan merupakan pengikat ilmu pengetahuan.
- Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan
secara logis atau rasional. Pengembangan metode dapat dipertanggungjawabkan
agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum, falidnya suatu metode
ditentukan dengan dierimanya suatu metode tersebut secara umum.
Ada beberapa pentingnya filsafat bagi manusia
yaitu :
1. Dengan belajar filsafat
diharapkan akan dapat menambah ilmu pengetahuan, karena dengan bertambahnya
ilmu akan bertambah pula cakrawala pemikiran dan pangangan yang semakin luas
2. Dasar semua tindakan.
Sesungguhnya filsafat di dalamnya memuat ide-ide itulah yang akan membawa
mansuia ke arah suatu kemampuan utnuk merentang kesadarannya dalam segala
tindakannya sehingga manusia akan dapat
lebih hidup, lebih tanggap terhadap diri dan lingkungan, lebih sadar terhadap
diri dan lingkungan
3. Dengan adanya
perkembangan ilmu pengethauan dan teknologi kita semakin ditentang dengan
kemajuan teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan demikian cepatnya,
pergeseran tata nilai, dan akhirnya kita akan semakin jauh dari tata nilai dan
moral
5. IMPLIKASI MEMPELAJARI FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu diperlukan
pengetahaun dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial
supaya para ilmuan dapat memiliki landasan berpijak yang kuat. Ilmu alam secara
garis besar mesti dikuasai dengan demikian pula halnya dengan ilmu sosial.
Sehingga antara ilmu yang satu dengan yang lain saling menyapa, bahkan
menciptakan suatu harmoni yang dapat memecahkan persoalan - persoalan
kemanusiaan. Kesadaran seorang ilmuan tidak semata berfikir pada
bidangnya saja, tanpa mengaitkan dengan kenyataan diluar dirinya ini, akan
terlihat seperti menara gading, setiap aktifitas keilmuannya tidak terlepas
dari konteks kehidupan sosial kemasyarakatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar