BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Permasalahan pendidikan di Indonesia seolah-olah tidak
ada habisnya untuk dibicarakan. Masalah-masalah yang akhir-akhir ini mencuat
yaitu mutu pendidikan, perubahan kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan,
sistem evaluasi, sertifikasi guru, dan masalah-masalah lain yang menjadi proses
belajar mengajar. Persoalan alam pembelajaran merupakan suatu dinamika kehidupan guru dan murid di sekolah. Masalah
itu tidak akan pernah habis untuk dikupas dan tidak pernah tuntas dibahas. Maka
dari itu, guru hendaknya dengan seprofesional mungkin, begitu juga dengan
murid-murid, setiap tahun berganti murid, masalah yang dihadapi guru akan
berbeda pula.
IPA sebagai suatu penopang pembelajaran memiliki
permasalahan tersendiri yang ikut andil menjadi sebuah problematika wajah
pendidikan tanah air. Simpony permasalahan ini seolah membuka tabir sejarah
pendidikan yang tak pernah berubah seiring kemajuan dan perubahan kurikulum.
Memang pada dasarnya kurikulum hadir bukan untuk menghilangkan masalah tetapi
apakah problematika ini menjadi identitas negeri kita?
MIPA bagi kalangan pelajar khususnya siswa SD,
merupakan paradigma yang menakutkan bahkan disisi lain menimbulkan ketakutan
yang berlebihan .Karakteristik IPA (Ilmu Eksak) menjadi sebuah dasar
untuk menentukan sebuah pandangan yang baik bagi IPA khususnya anak IPA tetapi
ini sudah menjawab IPA merupakan sebuah studi yang hanya mampu dilakukan
sebagian orang dengan kata lain mempunyai stratifikasi khusus. Bagaimanakah
anak yang tak mampu mempelajari IPA mengimbangi sebuah kehidupan yang akan
mereka hadapi yaitu globalisasi yangmenuntutbertahan pada pembelajaran.Hancurnya paradigma kuno tentang IPA menjadi tema
khususnya pembelajaran IPA di sekolah, khususnya di Sekolah Dasar (SD)kelas IV. Sebagai arena pembentuk dan pemberi watak usia dini
anak sudah tidak suka pembelajaran IPA.Oleh Choiri mengatakan bahwa banyak
permasalahan pembelajaran IPA yang diangkat ke media tanpa adanya inovasi
pembelajaran di kelas, seakan-akan tetap bertahan bahkan jatuh pada lobang yang
sama, lantas bagaimana dengan kemajuan yangkita inginkan ?
Selain itu pemberian materipun harus diperhatikan, hal
ini untuk menghindari kesalahan/kekurangan penerimaan konsep pada anak dengan
benar dengan memperhatikan psikologi anak yang dimulai dari pembukaan, sampai
evaluasi di akhir pembelajaran pertama ini.Selain itu pembelajaran bermakna
dimana penyampaian materi dengan contoh yang terdekat dengan anak sehingga akan
lebih mudah memahami dan dirasakan lebih bernilai, maksudnya lebih bisa berguna
bukan hanya sekedar teori dan menyenangkan.
Permasalahan lain yang timbul yaitu tidak adanya media
pembelajaran yang memadai untuk menjelaskan suatu konsep diluar praktikumdan
observasi. Hal ini akan mempersulit anak dalam memahami konsep sehingga tak
jarang anak memahami diluar konsep yang sebetulnya jadi guru harus kreatif dan
inovatif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, maka rumusan masalahnyaadalah :
1. Apakah masalajh-masalah dalam pembelajaran IPA di
kelas 4 SD?
2. Bagaimana solusi pemecahanpermasalahan dalam Pembealajarandi kelas 4SD?
BAB II
PEMBAHASAN
PERMASALAHAN PEMBELAJARAN IPA DI KELAS IV SD DAN
SOLUSINYA
A. GURU
Masalah yang muncul yang dialami oleh guru dalam pembelajaran IPA di Kelas IV SD, diantaranya :
1. Dalam
mengajar IPAkelasIV, guru
belum menyiapkan atau membuat sendiri perangkat pembelajarannya yang disebut
dengan RPP. Sebelum mengajar sebaiknya seorang guru telah mempersiapkan bahan
ajarnya dan merupakan hasil karyanya sendiri, sehingga ia tahu apa yang akan
diberikan kepada siswa.
2. Seringkali
dalam mengajar IPA guru
tidak membawa media atau alat pembelajaran di kelas. Solusinya persiapkan media
yang berhubungan dengan materi pembelajaran, biasanya dilakukan pada awal tahun
ajaran baru. Media dapat diambil dari bahan-bahan bekas atau yang ada di
sekitar lingkungan sekolah, atau rumah siswa.
3. Guru
IPAjarang membawa siswa
ke dunia nyata anak-anak. Hanya menjelaskan dan menjabarkan teori. Solusinya
sering-seringlah membawa siswa melihat langsung objek pembelajaran yang sedang
dipelajari agar dapat merasakan kejadian-kejadian penting, hal-hal penting
dalam kehidupan mereka. Sehingga mereka selalu belajar dari lingkungan sekitar
mereka.
4. Guru
dalammengajar IPAjarang
menggunakan metode mengajar yang menyenangkan. Solusinya kuasailah berbagai
macam metode-metode dalam mengajar seperti : Quantum Teaching, Inquiry, project
based learning dan lain-lain.
5. Guru
dalammengajar IPAJarang
memadukan proses pembelajaran dengan pelajaran lain, apalagi yang menggunakan
kurikulum 2013.
Solusinya adalah gunakan metode pembelajaran yang menggunakan keterpaduan dan
asah kemampuan untuk menghubung-hubungkan pelajaran dengan pelajaran lain.
Sehingga manfaatnya dapat menambah wawasan dan ilmu anak secara optimal.
6. Guru
dalammengajar IPA kurang
memperhatikan kemampuan awal siswa. Solusinya Guru sebaiknya mampu
mengelompokkan siswa sesuai dengan kemampuannya, misalnya; posisi tempat duduk
disesuaikan sedemikian rupa agar siswa nyaman. Pembagian kelompok kerja bagi
siswa, lebih mengarah kepada pengembangan potensi siswa. Siswa yang terampil
duduk di sebelah siswa yang pasif. Atau siswa yang suka bercerita diletakkan di
sebelah siswa yang pendiam.
7. Guru
tidak melakukan evaluasi. Setiap proses selalu harus diberi evaluasi, agar guru
dapat mengetahui sejauh mana siswa mampu menyerap materi, nilai-nilai maupun
norma-norma sehingga siswa tidak hanya pandai tetapi juga berkarakter. Susun
jadwal kapan evaluasi akan dilakukan, sehingga proses pencapaian siswa dapat
terukur dengan jelas.
8. Guru
jarang membaca buku dan referensi-referensi lain. Menyusun jadwal rutin berapa
buku yang harus dibaca dalam 1 hari, 1 minggu untuk menambah wawasan adalah
solusi yang tepat.
9. Guru
jarang melakukan penelitian dan menulis sebuah artikel atau karya tulis
lainnya. Solusinya guru harus lebih banyak mengamati, menganalisa dan mengamati
kejadian-kejadian di sekitarnya serta rajin mencari solusi dari setiap
permasalahan yang ada & belajar untuk menuangkannya dalam suatu hasil karya
tulis.
10. Guru
jarang berkomunikasi dengan siswa secara lebih dekat. Berkunjung ke rumah siswa
yang sedang membutuhkan perhatian terutama kepada siswa yang bermasalah di
sekolah, barangkali perlu diterapkan sehingga terjalin komunikasi terbuka
antara guru dengan siswanya, sehingga guru bisa memahami karakteristik siswa
dan siswapun mau terbuka kepada gurunya.
11. Guru Kurang Memiliki Kompetensidalammengajar
IPA di sekolahdasarumunya, terutamakelas IV sekolahdasar.
Menurut Barlow (dalam Muhibbinsyah, 1997) kompentesi
profesional guru merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan
profesi keguruannya. Oleh karena itu, guru yang profesional berarti guru yang
mampu melaksanakan tugas keguruannya dengan kemampuan tinggi (profesional)
sebagai sumber kehidupan (profesi). Dalam menjalankan kemampuann profesionalismenya guru
dituntut memiliki keanekaragaman, kecakapan (kompetensi) yang bersifat
psikologis, yang memiliki:
A.
Kompetensi Kognitif Guru
Secara kognitif, guru hendaknya
memiliki kapasitas kognitif tinggi yang menunjang kegiatan pembelajaran yang
dilakukan. Hal utama yang dituntut dari kemampuan kognitif ini adalah adanya
fleksibilitas kognitif.Hal ini ditandai dengan adanya keterbukaan guru dalam
berfikir dan beradaptasi. Ketika mengamati suatu objek atau situasi tertentu,
guru yang flesibel selalu memiliki fleksibilitas kognitif yang tinggi.
Menunjukkan keterbukaan dalam melaksanakan
pembelajaran,.
Bekal pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk menunjang profesinya secara kognitif menurut Muhibbinsyah
(1997) meliputi 2 kategori:
1)
Ilmu pengetahuan kependidikan yaitu: ilmu pengetahuan yang
diperlukan dalam menunjang proses mengajar baik secara langung muapun tidak
langsung. Yang dikatergorikan ilmu pengetahuan kependidikan antara lain ilmu
pendidikan, administrasi, metode pembelajaran, teknik evaluasi, dst.
2)
Ilmu pengetahuan materi bidang studi yaitu meliputi semua
bidang studi yang akan menjadi keahlian atau pengajaran yang akan diajarkan
oleh guru.
B.
Kompetensi Afektif Guru
Secara afekfit guru hendaknya memiliki
sikap dan perasaan yang menunjang proses pembelajaran yang dilakukan, baik
terhadap orang lain khususnya anak didik guru hendaknya memiliki sikap dan
sifat empati, ramah dan bersahabat. Dengan adanya sifat ini, anak didik akan
merasa dihargai dan diakui keberadaannya sehingga menumbuhkan keterlibatan
aktif siswa dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya pembelajaran dapat
memberikan hasil optimal.
C.
Kompetensi Psikomotor Guru
Kompetensi psikomotor seorang guru merupakan keterampilan
atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang dibutuhkan oleh guru untuk
menunjang kegiatan profesionalnya sebagai guru. Kecakapan psikomotor ini
meliputi kecakapan psikomotor secara umum dan secara khusus. Secara umum
direfleksikan dalam bentuk gerakan dan tindakan umum jasmani guru seperti
duduk, berdiri, berjalan, berjabat tangan dan sebagainya. Secara khusus
kecakapan pesikomotor direfleksikan dalam bentuk ketrampilan untuk
mengekspresikan diri secara verbal maupun non verbal.
Kompentensi yang lain:
a.
Penyusunan rencana pembelajaran
b.
Pelaksanaan interaksi belajar mengajar
c.
Penilaian prestasi belajar peserta didik
d.
Pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar
peserta didik
e.
Pengembangan profesi.
f.
Pemahaman wawasan kependidikan
g.
Penguasaan bahan kajian akademik
Dijelaskan lebih lanjut bahwa selain
ketiga komponen yang secara keseluruhan meliputi tujuh kompentesi tersebut,
guru sebagai pribadi yang utuh harus juga memiliki sikap dan kepribadian yang
prositif (SKG, 2003: 97) yang senantiasa melekat pada setiap kompetensi yang
harus dimiliki guru.
12. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peranan dalam membuat
rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan seperti itu, terang
saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi
di sekolah lain, memberi les pada sore hari dan sebagainya. Dengan adanya UU
guru dan Dosen, mudah-mudahan kesejahteraan guru dan dosen (PNS) bisa lebih
baik. Dan guru bisa 100% memperhatikan pendidikan siswanya, karena
dengan begitu tujuan pendidikan akan bisa tercapai. Karena gaji yang diberikan
oleh negara tidak sebanding dengan pengorbanan guru kepada negara.
13. Kurangnya Komunikasi
Disekolah, eksitensi guru adalah sebagai fasilisator
pendidikan, pembelajaran dan pembimbingan sikap sehingga tujuan pendidikan
dapat tercapai dan untuk dapat melaksanakan hal tersebut, maka perlu adanya
komunikasi intensif antar personal terkait dalam kegiatan pembelajaran di
sekolah. Komunikasi yang diharapkan adalah kominikasi yang mampu
mengkonstribusikan kondisi dan kegiatan efektif sekolah. Komunikasi ini
termasuk hubungan guru dengan guru, guru dengan kepada sekolah, guru dengan
pesuruh sekolah dan guru dengan masyarakat dan siswa.
Seringkali hambatan terbesar adalah hilangnya komunikasi ini
sehingga proses tidak berlangsung efektif, bahkan seringkali menghambat proses.
Oleh karena itulah, agar proses pendidikan dan pembelajaran dapat efektif, maka
perlu dikembangkan dan ditingkatkan komunikasi yang efektif dan maksimal. Maka
hal tersebut dibutuhkan kesadaran atas posisi dan kondisi masing-masing.
Hilangnya egoisme dan kembangkan kesadaran untuk kebersamaan
14. Guru berwawasan Sempit dan Gaptek dalammengajar
IPA
Dalam era teknologi informasi, dunia dipandang tidak
terbatas. Dengan demikian sumber informasi tidak lagi didominasi oleh pemuka
masyarakat atau pemimpin pendapat, atau para cerdik pandai para pendidik atau
guru yang ada didaerah tertentu, tetapi dapat berasal dari berbagaisumber
informasi yang tidak terbatas, tanpa dibatasi oleh tempat dan waktu. Informasi
yang terdapat di belahan dunia maupun kini dapat diakses lengkap dengan
gambarnya oleh siapapun dan dari mana
pun dengan menggunakan perangkat cangih yang bernama radio, telepon televisi,
komputer bahkan internet. Sebagai guru seharusnya menguasai berbagai bidang
apalagi informasi dan teknologi. Dalam
era teknologi informasi ini dunia menjadi terasa sempit. Tidak ada satu daerah
pun di dunia ini yang tidak dapat dijangkau oleh sistem informasi yang canggih
dewasa ini. Dunia tidak lagi dibatasi oleh aspek-aspek geografis ataupun
aspek-aspek politis. Dengan maraknya penggunaan teknologi informasi terjadilah
yang dikenal dengan era globalisasi. Segala sesuatu serta mendunia, dengan
katakteristik adanya arus informasi yang semakin cepat, tantangan yang semakin
besar, adanya kompetensi dan persaingan batas antar negara. Oleh karena itu,
guru harus memenuhi standar internasional.
15. Pengelolaan Pembelajaran Tidak Tepat
Mutu
pendidikan amat ditentukan oleh mutu gurunya. Belajar bisa ditentukan oleh mutu
gurunya. Belajar bisa dilakukan dimana saja, tetapi guru tidak dapat digantikan
oleh siapapun atau alat apapun. Untuk membangun pendidikan yang bermutu, yang
paling penting adalah upaya peningkatan proses pengajaran dan pembelajaran yang
berkualitas, yakni proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasikkan dan
mencerdaskan. Kesemuanya itu hanya dapat dilakukan oleh guru yang bermutu. Tiga
komponan dasar yang harus dimiliki guru yaitu:
o Menguasai materi atau bahan ajar
o Antusiasme, dan
o Penuh kasih sayang dalam mengajar dan
mendidik
Terkait
dengan penguasaan materi, guru yang piawai juga dituntut dapat menggunakan
strategi dan metode mengajar yang tepat. Selain itu guru juga dituntut memiliki
antusiasme yang tinggi dalam arti memiliki semangat dan senang mengajar Kemampuan dan guru dalam melaksanakan tugas
profesionalnya akan menjadi syarat utama bagi terbentuknya profil guru yang
efektif.
16. Kualifikasi Belum Sesuai Jenjang
Pendidikan
Standar kualifikasi pendidikan untuk guru di Indonesia
mengalami perubahan dan perkembangan dari masa ke masa, yang dapat dijelaskan
dalam tabel berikut. Terkait dengan kualifikasipendidikan guru di Indonesia tersebut.
Pusat data dan informasi Pendidikan, Balitbang Depdiknas, menunjukkan data
bahwa guru di Indonesia ternyata banyak yang belum memenuhi ketentuan yang ada.
Banyak Guru SD, yang
kualifikasinya masih dibahwa ketentuan yang ada maka disebut layak, sedangkan
yang belum di sebut tidak layak.
Ketidaksesuaian kualifikasi tersebut sebenarnya terjadi
karena adanya perubahan ketentuan. Jadi bukan karena kesalahan rekrutment, atau
seleksi pemerimaan guru dimasa lalu. Perubahan ketentuaan tersebut dimaksudkan
untuk meningkatkan standar kualifikasi, dengan harapan jika standar
kualifikasinya dinaikkan maka diharapkan kualitas proses pembelajaran juga
menjadi meningkat.
17. Guru Sekedar Rutinitas Bukan
Kreativitas
Sungguh ironis bila seorang guru bekerja hanya untuk memenui
kewajiban dan menjalankan rutinitas belaka tanpa mau menganggap bahwa
kreatifitas dalam pendidikan pendidikan merupakan tujuan utama dalam memberikan
pembelajaran terhadap murid. Jika guru sudah lagi tidak kreatif, maka bagaimana
mungkin bisa menghasilkan anak didik yang kreatif, mandiri dan cerdas. Jika
semua anak didik tidak menyadari hal itu dan kemudian menjadi lebih parah dari
perilaku sang guru, maka akan seperti apa kondisi pendidikan di negara ini.
Karena itu guru adalah komponen utama yang harus menjadi perlapor dan penegak
nilai-nilai kepositifan bagi proses pembelajaran tersebut. Jika itu yang
terjadi, tujuan utama pendidikan akan tercapai, yakni mencerdaskan dan
memberdayakan anak didik secara keilmuan dan mengarahkan anak didik secara moral.
Demikianlah kelemahan yang sering dijumpai oleh para guru, jika masih ada
dalam diri seorang guru kelemahan
tersebut, barangkali bisa diminimalisir, asalkan kita tahu bagaimana mencari
solusi dan jalan keluarnya, sehingga guru yang berkualitas akan menghasilkan
siswa yang berkualitas pula.
B. SISWA
AkibatPermasalahandiatassiswaakan :
1. Ramai
sendiri. Masalah
yang sering guru jumpai dalam pembelajaran salah satunya adalah murid berbuat
ramai sendiri saat guru menerangkan pelajaran. Peristiwa ini menjadi sebuah
masalah karena mengganggu teman di sekitarnya. Faktor yang membuat murid ramai
sendiri adalah karena si anak mempunyai kesibukkan sendiri, seperti bermain
mainan yang akan dimainkan waktu istirahat atau bermain mainan yang sudah
dimainkan waktu istirahat namun belum puas.
2. Mengajak
teman ramai. Selain
ramai sendiri, tidak dipungkiri juga murid yang ramai sendiri tadi akan
mengajak teman sebelahnya untuk ramai pula dengan diawali dari mencari
perhatian terhadap teman sebelahnya. Jika sudah ada kecocokan interaksi maka
dipastikan akan menjadi sebuah perbincangan di luar pelajaran yang akan
mengganggu teman yang lainnya.
3. Tidak
bisa diam di tempat. Ada
pula murid yang selalu selalu berkeliling dari bangku satu ke bangku yang lain.
Hal ini terjadi karena murid tersebut kurang nyaman di tempat duduknya atau
kurang adanya rasa aman dari teman sebelahnya. Ketika murid berkeliling ini,
tidak hanya mengganggu temannya saja, melainkan bisa pula mengganggu guru pula.
4. Sibuk
bermain game. Semakin
canggihnya teknologi di zaman sekarang maka berkembang pula berbagai jenis
gadget yang menawarkan berbagai jenis hiburan, dan tidak dipingkiri pula salah
satunya fasilitas untuk bermain game. Game saat ini memang sangat banyak
jenisnya di kalangan anak-anak sekolah dasar, sehingga terkadang di kelas
ditemukan murid yang bermain game dengan ponselnya (HP) atau play station
portabel (PSP).
5. Membuat
keributan. Selama
proses belajar mengajar berlangsung sering kali dijumpai murid yang mengganngu
temannya yang lain dengan berbagai cara, seperti melempar gulungan kertas, suka
berbuat usil kepada temannya, sehingga temannya tidak konsentrasi lagi terhadap
apa yang disampaikan oleh guru. Ini terjadi karena murid tersebut mempunyai
ikatan emosional terhadap teman yang diganggu tersebut.
6. Melamun. Fenomena ini juga dapat dijumpai oleh
guru di kelas ketika proses pembelajaran berlangsung. Ada murid yang
kelihatannya mendengarkan tetapi pandangannya melukiskan pandangan kosong.
Memang tidak ramai dan tidak pula mengganggu temannya, namun hal ini menjadi
masalah karena dapat mengganggu jalannya proses pembelajaran.
7. Tidur
di kelas. Kejadian
tidur di kelas ini memang jarang ditemui di sekolah dasar, tetapi ada juga guru
yang menemui masalah seperti ini di kelas terlebih lagi di sekolah-sekolah yang
sistemnya full day. Hal ini juga sering dijumpai ketika gedung sekolah
dibangun sehingga kelas harus dibagi menjadi masuk pagi dan siang. Tidak hanya
itu, murid tidur itu karena rasa capek, kemungkinan juga karena mata pelajaran
yang melibatkan gerakan atau olahraga yang berat atau mata pelajaran yang
melibatkan banyak untuk berfikir juga dapat mengakibatkan murid tertidur
setelah melakukan aktivitas tersebut. Hal ini sama dengan melamun tadi, tidak
ramai dan mengganggu temannya, namun dapat menghambat proses pembelajaran yang
akan disampaikan guru.
8. Keluar
masuk kelas. Sering
dijumpai pula murid yang keluar masuk kelas. Murid ini sering kali meminta izin
ke kamar mandi ketika proses pembelajaran berlangsung. Kemungkinan murid yang
seperti ini mengalami gangguan kesehatan yang mengharuskan sebentar-sebentar
harus ke kamar mandi. Ada pula murid yang keluar masuk kelas dalam keadaan
sehat. Kejadian yang seperti ini terjadi karena murid tersebut sudah mulai
bosan di dalam kelas. Selain itu bisa juga karena temannya yang dilain kelas
sudah menunggu di luar untuk mengajak bermain. Kejadian seperti ini menjadi
masalah karena mengganggu jalannya pembelajaran apa lagi ketika guru mengadakan
kerja kelompok.
9. Mudah
tersinggung. Ada
murid yang disinggung oleh temannya ketika proses pembelajaran berlangsung dan
itu membuat murid tersebut merasa malu ataupun marah karena merasa aibnya
dibeberkan, sehingga menimbulkan respon tersendiri bagi murid tersebut. Respon
yang diberikan biasanya saling mengejek satu sama lain dan tidak dipungkiri
pula akan terjadi pertengkaran. Murid yang mudah tersinggung ini biasanya tidak
hanya melibatkan dua murid yang lain, namun dapat pula melibatkan banyak murid
yang lainnya. Sehingga hal ini menjadi masalah dalam pembelajaran karena dapat
mengganggu teman yang lain.
10. Kesulitan menangkap pelajaran. Masalah ini juga dapat dijumpai oleh
guru di sekolah manapun. Ada beberapa murid yang kesulitan menangkap pelajaran
sehingga membutuhkan pengulangan kembali dari guru. Masalah ini dapat ditemukan
ketika guru memberikan soal dan menunjuk murid untuk mengerjakan soal tersebut,
dan si murid yang ditunjuk tersebut belum bisa menjawab dengan cepat.
11. Nilai lebih rendah dari usahanya. Beberapa murid sekolah dasar pernah
mengalami mendapatkan nilai rendah saat melaksanakan tes. Mereka merasa telah
belajar dengan giat demi memperoleh nilai tinggi namun nilai yang didapat masih
di bawah harapan awal, hal ini menjadi masalah karena dapat menurunkan mental
belajar murid tersebut. Masalah ini terjadi bisa saja karena faktor daya
ingatnya yang kurang.
12. Menyontek. Sering dijumpai juga di sekolah ada murid
yang tidak mengerjakan tugas kemudian menyalin pekerjaan temannya, dan ketika
ditanya mengenai tugas yang sama dia tidak bisa. Perlu guru ketahui kenapa
murid yang seperti ini melakukan hal tersebut. Ada beberapa faktor murid
mencontek tugas temannya, seperti kegiatan sore atau malam hari murid tersebut
bagaimana, atau memang dia tidak bisa mengerjakan.
13. Merusak barang atau fasilitas sekolahMurid
yang merusak barang atau fasilitas sekolah umumnya adalah murid yang kurang
mempunyai sifat tertib. Memang anak usia sekolah dasar secara psikis
hari-harinya lebih dipakai untuk bermain, namun sering kali lupa tempat.
Contohnya saja bermain bola di dalam kelas dan memecahkan kaca jendela, bermain
yang menggunakan penggaris kayu dan akhirnya patah. Kejadian yang seperti ini.
14. Kurang
sopan. Perilaku
yang kurang sopan oleh murid terhadap guru yang sering muncul di sekolah dasar
adalah duduk di meja ketika guru sedang menjelaskan di depan kelas, melepas
pakaian di kelas, ada juga yang ketika diberi nasihat oleh guru murid tersebut
malah membalas dengan meludah. Kejadian yang seperti ini dapat mengganggu
proses pembelajaran pula.
15. Sering
menyendiri. Masalah
ini dapat dijumpai pada anak-anak yang kurang bisa bergaul dengan temannya.
Perilaku ini juga dapat dijumpai pada anak yang merasa minder terhadap apa yang
dialami oleh diri mereka. Karena murid yang mengalami hal tersebut merasa
dirinya lebih bodoh dalam kelas atau sekolahannya. Jika tidak begitu bisa juga
karena suatu masalah yang sedang dialami sehingga mengganggu kondisi
psikologinya.
16. Suka
mengaduKejadian seperti ini juga dapat dijumpai di sekolah dasar. Murid sering
mengadu ketika merasa dirinya sedang diganggu oleh temannya di kelas, atau
merasa kurangnya rasa aman dari gangguan teman yang suka jahil terhadapnya.
Kejadian seperti ini dapat memperlambat proses pembelajaran pula.
Kegiatan membenahi motivasi dan prestasi merupakan kegiatan awal pembelajaran. Kegiatan itu perlu dirancang sebaik mungkin guna mengkoordinasikan murid-murid untuk “siap” belajar, menerima pelajaran dengan bertanya dan menggali ilmu pengetahuan yang akan dipelajari. Kegiatan yang bisa memberikan motivasi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan, misalnya metode ceramah (bercerita), peragaan, demonstrasi, dan sosiodrama dengan bermain peran, serta metode tanya jawab. Pada kegiatan memberikan motivasi, guru hendaknya memberikan pertanyaan awa yang mengarahkan pada materi yang akan dibahas, sehingga muncul berbagai opini anak tentang bebagai macam pelajaran.
C. METODE PEMBELAJARAN IPA
1. Pembelajaran IPA dengan Pendekatan PAKEM
Untuk mengurangi bebagai permasalahan diatas, guru
dapat mengembangkan pendekatan pembelajaran “PAKEMI” dan inovatif, pembelajaran
aktif, kreatif, enak, menyenangkan. Pendekatan pembelajaran PAKEMI paling tidak
dapat membawa angin perubahan dalam pembelajaran, yaitu :
-. guru dan murid sama-sama aktif dan terjadi interaksi
timbal balik antar keduanya.
-. guru dan murid dapat mengembangkan kreatifitasnya
dalam pembelajaran.
-. murid merasa senagn dan nyaman dalam pembelajaran
-. munculnya pembahasan dalam pembelajaran di kelas.
Akhirnya pembelajaran yang dilaksanakan jika ingin mencapai “Sukses” sangat bergantung pada beberapa faktor, yaitu : guru, murid, tujuan yang akan dicapai, penggunaan media pembelajaran, metode diterapkan dan sistem evaluasi, pengetahuan yang tepat yang dimiliki siswa mengarahkan perhatiannya pada satu atau dua hal tertentu dari seluruh materi yang sedang dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan siswa ini menjadi semacam penjaring tentang hal-hal yang harus dipelajari, selain itu pengetahuan yang telah dimiliki juga menentukan bangunan pengetahuan yang baru dikonstruksi. Proses belajar siswa sesungguhnya mirip dengan apa yang dilakukan para Ilmuan IPA, yaitu melalui pengamatan dan percobaan. Penelitian IPA adalah penelitian empiris, siswa sekolah dasar juga belajar IPA melalui investigasi yang mera lakukan sendiri. Jika pengalaman itu tidak memadai maka pemahamannya juga tidak lengkap. Investigasi merupakan cara normal bagi siswa yang belajar.
Abstrak mata pelajaran di Sekolah Dasar merupakan program menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan menilai ilmiah kepada siswa. Dengan pelajaran IPA diharapkan siswa dapat memahami konsep-konsep IPA dan keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan dan ide tentang alam (kurikulim SD hal-61). Dilihat dari sisi satau cakupan materi IPA termasuk mata pelajaran yang relatif sarat dengan materi. Secara keseluruhan materi mata perlajaran IPA di SD mencakup
-. murid merasa senagn dan nyaman dalam pembelajaran
-. munculnya pembahasan dalam pembelajaran di kelas.
Akhirnya pembelajaran yang dilaksanakan jika ingin mencapai “Sukses” sangat bergantung pada beberapa faktor, yaitu : guru, murid, tujuan yang akan dicapai, penggunaan media pembelajaran, metode diterapkan dan sistem evaluasi, pengetahuan yang tepat yang dimiliki siswa mengarahkan perhatiannya pada satu atau dua hal tertentu dari seluruh materi yang sedang dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan siswa ini menjadi semacam penjaring tentang hal-hal yang harus dipelajari, selain itu pengetahuan yang telah dimiliki juga menentukan bangunan pengetahuan yang baru dikonstruksi. Proses belajar siswa sesungguhnya mirip dengan apa yang dilakukan para Ilmuan IPA, yaitu melalui pengamatan dan percobaan. Penelitian IPA adalah penelitian empiris, siswa sekolah dasar juga belajar IPA melalui investigasi yang mera lakukan sendiri. Jika pengalaman itu tidak memadai maka pemahamannya juga tidak lengkap. Investigasi merupakan cara normal bagi siswa yang belajar.
Abstrak mata pelajaran di Sekolah Dasar merupakan program menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan menilai ilmiah kepada siswa. Dengan pelajaran IPA diharapkan siswa dapat memahami konsep-konsep IPA dan keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan dan ide tentang alam (kurikulim SD hal-61). Dilihat dari sisi satau cakupan materi IPA termasuk mata pelajaran yang relatif sarat dengan materi. Secara keseluruhan materi mata perlajaran IPA di SD mencakup
- makhluk hidup dan proses kehidupannya yaitu manusia, hewan dan tumbuhan
serta
interaksinya,
- materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi ; udara, air, tanah dan
batuan,
- listrik dan magnet, energi dan panas, gaya dan pesawat sederhana, cahaya
dan
bunyi, tatasurya,
bumi dan benda-benda langit lainnya,
- kesehatan makanan, penyakit dan pencegahannya, dan
-
sumber daya alam, pemeliharaan dan kegunaan, pemeliharaan dan pelestarian
(program pengajaran IPA, Kur, SD 1994:62). Pembelajaran IPA di sekolah dasar
mempunyai misi mengembangkan proses berpikir untuk memperoleh konsep.
2. Pembelajaran IPA secara terpadu :
- Mencapai penguasaan konsep pada siswa lebih baik
daripada siswa yang
mengikuti
pembelajaran IPA secara biasa,
-
Mengembangkan sikap alamiah pada siswa lebih baik daripada siswa yang
mengikuti pembelajaran IPA secara biasa, dan
-
mengembangkan persepsi terhadap keterampilan, proses pada siswa lebih baik
daripada siswa yang mengikuti pembelajaran IPA secara biasa.
3. Pembelajaran IPA melalui Kerja Ilmiah
Dasar utama pembelajaran mengenai konsep “kerja ilmiah” “kerja ilmiah” terdiri atas 4 kompetensi dasar yang harus dikuasai dalam bidang IPA, mengkomunikasikan hasil penyelidikan ilmiah, dan bersikap ilmiah. Dalam buku penuntun IPA SD kelas 6 (Pratiwi, dkk. 2004) membagi “konsep ilmiah” menjadi 2 sub konsep, yakni : keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terpadu. Jadi dalam pembelajaran konsep “kerja ilmiah” tidak lepas dari kedua macam keterampilan. Karena menurut Pratiwi, dkk. (2004) dalam mempelajari sains IPA khususnya untuk mempelajari gejala yang berhubungan dengan makhluk hidup dilakukan alam melalui proses dan sikap ilmiah yang akhirnya akan menghasilkan produk ilmiah. Sikap dan produk ilmiah tersebut tecakup dalam keterampilan proses di atas. Jadi dalam proses pembelajaran dengan mengajak siswa ke lingkungan sudah mencakup kedua keterampilan proses.
Keterampilan proses dasar dalam “kerja ilmiah” di antaranya adalah : pengamatan, pengklasifikasian, pengkomunikasian/komunikasi, menafsirkan, memprediksi/bertanya. Sedangkan keterampilan dasar terpadu di antaranya adalah mengidentifikasi variabel, menyusun tabel data, menyusun grafik, mendeskripsikan hubungan antar variabel, dan perolehan serta pemrosesan data (Pratiwi, dkk. 2004).
Dimyati & Mudjiono (2002) menguraikan lebih jauh pengertian keterampilan proses dasar di atas sebagai berikut :
Dasar utama pembelajaran mengenai konsep “kerja ilmiah” “kerja ilmiah” terdiri atas 4 kompetensi dasar yang harus dikuasai dalam bidang IPA, mengkomunikasikan hasil penyelidikan ilmiah, dan bersikap ilmiah. Dalam buku penuntun IPA SD kelas 6 (Pratiwi, dkk. 2004) membagi “konsep ilmiah” menjadi 2 sub konsep, yakni : keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terpadu. Jadi dalam pembelajaran konsep “kerja ilmiah” tidak lepas dari kedua macam keterampilan. Karena menurut Pratiwi, dkk. (2004) dalam mempelajari sains IPA khususnya untuk mempelajari gejala yang berhubungan dengan makhluk hidup dilakukan alam melalui proses dan sikap ilmiah yang akhirnya akan menghasilkan produk ilmiah. Sikap dan produk ilmiah tersebut tecakup dalam keterampilan proses di atas. Jadi dalam proses pembelajaran dengan mengajak siswa ke lingkungan sudah mencakup kedua keterampilan proses.
Keterampilan proses dasar dalam “kerja ilmiah” di antaranya adalah : pengamatan, pengklasifikasian, pengkomunikasian/komunikasi, menafsirkan, memprediksi/bertanya. Sedangkan keterampilan dasar terpadu di antaranya adalah mengidentifikasi variabel, menyusun tabel data, menyusun grafik, mendeskripsikan hubungan antar variabel, dan perolehan serta pemrosesan data (Pratiwi, dkk. 2004).
Dimyati & Mudjiono (2002) menguraikan lebih jauh pengertian keterampilan proses dasar di atas sebagai berikut :
-
Pengantar/observasi yaitu tanggapan terhadap berbagai objek dan peristiwa
alam dengan menggunakan panca indera. Kemampuan mengamati ini merupakan
keterampilan paling dasar dalam proses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta
merupakan hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan proses
yang lain.
-
Pengelompokkan/menggolongkan atau mengklasifikasi merupakan keterampilan
proses untuk memilah bebagai objek atau peristiwa yang dimaksud.
-
Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh
fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau
suara visual. Contoh kegiatan mengkomunikasikan adalah mendiskusikan suatu
masalah, membuat laporan, membaca peta dan kegiatan sejenis lainnya.
-
Penafsiran/menafsirkan artinya memberikan arti suatu fenomena/kejadian
berdasarkan atas kejadian lainnya.
-
Memprediksi/bertanya dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat
ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang berdasarkan
perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta,
konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.
keterampilan proses dasar dan terpadu di atas pada hakikatnya semuanya dapat dilakukan baik di lingkungan maupun di dalam kelas.
5. Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Lingkungan
Menurut Sertain (Dalyono, 1997), lingkungan dapat dibedakan atas lingkungan alami (luar), lingkungan dalam dan lingkungan sosial/masyarakat. Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak pertama kali akan belajar dan memahami sesuatu dari lingkungannya. Begitu pula halnya dalam belajar dan memahami konsep dan prinsip dalam IPA diperlukan suatu pendekatan yang mampu mewujudkan hal-hal yang diinginkan, yakni salah satunya dengan pendekatan lingkungan.
Pendekatan lingkungan berarti mengajak siswa belajar langsung di lapangan tentang topik-topik pembelajaran. Tang (2002) mengemukakan adanya hubungan antara manusia dengan lingkungan merupakan hubungan yang saling mempengaruhi sehingga lahir interaksi. Pendekatan lingkungan menurut Yulianto (2002), merupakan suatu interaksi yang berpangkal kepada hubungan antara perkembangan fisik dengan lingkungan sekitarnya. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar berarti siswa menampilkan contoh-contoh penerapan IPA dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain siswa datang menghampiri sumber-sumber belajarnya.Dalam menggunakan pendekatan lingkungan bukan berarti mengeksploitasi alam akan tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan. Dalam menggunakan pendekatan ini, materi pelajaran telah disesuaikan dengan lingkungan sebagai konteks pembelajaran, baik berupa benda, peristiwa, atau keadaan yang dapat mempengaruhi siswa sebagai subyek pebelajar.Sumber belajar yang dapat dimanfaatkan dari lingkungan ada 3 jenis, yaitu siswa itu sendiri, sumber belajar disekitar atau di luar sekolah dan peristiwa silam yang sering terjadi secara teratur maupun kebetulan. Jadi pendekatan lingkungan terdiri dari 2 buah cara pembelajaran, yakni siswa belajar langsung ke lingkungan dan siswa belajar di dalam ruangan, dengan pembelajaran yang berorientasi ke lingkungan. Siswa belajar langsung ke lingkungan jarang dilaksanakan, dan merupakan inovasi baru dalam pembelajaran IPA.Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan memerlukan jenis pembelajaran yang sesuai. Salah satu jenis pembelajaran yang dapat dilaksanakan dalam situasi pembelajaran yang terpencar dalam pembelajaran kooperatif metode pendidikan kelompok.
keterampilan proses dasar dan terpadu di atas pada hakikatnya semuanya dapat dilakukan baik di lingkungan maupun di dalam kelas.
5. Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Lingkungan
Menurut Sertain (Dalyono, 1997), lingkungan dapat dibedakan atas lingkungan alami (luar), lingkungan dalam dan lingkungan sosial/masyarakat. Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak pertama kali akan belajar dan memahami sesuatu dari lingkungannya. Begitu pula halnya dalam belajar dan memahami konsep dan prinsip dalam IPA diperlukan suatu pendekatan yang mampu mewujudkan hal-hal yang diinginkan, yakni salah satunya dengan pendekatan lingkungan.
Pendekatan lingkungan berarti mengajak siswa belajar langsung di lapangan tentang topik-topik pembelajaran. Tang (2002) mengemukakan adanya hubungan antara manusia dengan lingkungan merupakan hubungan yang saling mempengaruhi sehingga lahir interaksi. Pendekatan lingkungan menurut Yulianto (2002), merupakan suatu interaksi yang berpangkal kepada hubungan antara perkembangan fisik dengan lingkungan sekitarnya. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar berarti siswa menampilkan contoh-contoh penerapan IPA dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain siswa datang menghampiri sumber-sumber belajarnya.Dalam menggunakan pendekatan lingkungan bukan berarti mengeksploitasi alam akan tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan. Dalam menggunakan pendekatan ini, materi pelajaran telah disesuaikan dengan lingkungan sebagai konteks pembelajaran, baik berupa benda, peristiwa, atau keadaan yang dapat mempengaruhi siswa sebagai subyek pebelajar.Sumber belajar yang dapat dimanfaatkan dari lingkungan ada 3 jenis, yaitu siswa itu sendiri, sumber belajar disekitar atau di luar sekolah dan peristiwa silam yang sering terjadi secara teratur maupun kebetulan. Jadi pendekatan lingkungan terdiri dari 2 buah cara pembelajaran, yakni siswa belajar langsung ke lingkungan dan siswa belajar di dalam ruangan, dengan pembelajaran yang berorientasi ke lingkungan. Siswa belajar langsung ke lingkungan jarang dilaksanakan, dan merupakan inovasi baru dalam pembelajaran IPA.Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan memerlukan jenis pembelajaran yang sesuai. Salah satu jenis pembelajaran yang dapat dilaksanakan dalam situasi pembelajaran yang terpencar dalam pembelajaran kooperatif metode pendidikan kelompok.
6. Pembelajaran IPA dengan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Menurut Ibrahim dkk. (2000) pembelajaran kooperatif didirikan oleh struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yakni Penyelidikan Kelompok (Investigasi Kelompok). Penyelidikan kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan sulit untuk diterapkan. Model ini diperkenalkan pertama kali oleh Thelan kemudian dikembangkan oleh Shalan dan kawan-kawan. Model ini lebih menekankan pada siswa, di mana siswa terlibat secara langsung dalam perencanaan, baik topik maupun jalannya penyelidikan mereka (Ibrahim dkk. 2000)
Menurut Irawan dkk., (1994) model belajar penyelidikan kelompok mengambil model yang berlaku dalam masyarakat, terutama mengenai cara anggota masyarakat melakukan proses mekanisme sosial melalui serangkaian kesepakatan sosial. Melalui kesepakatan-kesepakatan inilah pebelajar mempelajari pengetahuan akademis dan mereka melibatkan diri dalam pemecahan masalah sosial.
Di dalam model ini terdapat tiga konsep utama, yaitu penelitian atau “inquiry”, pengetahuan atau “knowledge”, dan dinamika belajar atau “the dinamic of the learning group”. Penelitian adalah proses dimana siswa dirangsang dengan cara menghadapkannya pada masalah. Di dalam proses ini siswa memasuki situasi di mana mereka memberikan respon terhadap masalah yang mereka rasakan perlu untuk dipecahkan. Masalah itu sendiri bisa berasal dari siswa atau diberikan oleh guru dan harus berorietasi ke lapangan, misalnya siswa diminta mengumpulkan data tentang penduduk, penyakit, dan lain-lain, maka siswa harus bekerjasama dalam kelompok dan dalam bekerja dituntut kemandirian.
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Menurut Ibrahim dkk. (2000) pembelajaran kooperatif didirikan oleh struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yakni Penyelidikan Kelompok (Investigasi Kelompok). Penyelidikan kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan sulit untuk diterapkan. Model ini diperkenalkan pertama kali oleh Thelan kemudian dikembangkan oleh Shalan dan kawan-kawan. Model ini lebih menekankan pada siswa, di mana siswa terlibat secara langsung dalam perencanaan, baik topik maupun jalannya penyelidikan mereka (Ibrahim dkk. 2000)
Menurut Irawan dkk., (1994) model belajar penyelidikan kelompok mengambil model yang berlaku dalam masyarakat, terutama mengenai cara anggota masyarakat melakukan proses mekanisme sosial melalui serangkaian kesepakatan sosial. Melalui kesepakatan-kesepakatan inilah pebelajar mempelajari pengetahuan akademis dan mereka melibatkan diri dalam pemecahan masalah sosial.
Di dalam model ini terdapat tiga konsep utama, yaitu penelitian atau “inquiry”, pengetahuan atau “knowledge”, dan dinamika belajar atau “the dinamic of the learning group”. Penelitian adalah proses dimana siswa dirangsang dengan cara menghadapkannya pada masalah. Di dalam proses ini siswa memasuki situasi di mana mereka memberikan respon terhadap masalah yang mereka rasakan perlu untuk dipecahkan. Masalah itu sendiri bisa berasal dari siswa atau diberikan oleh guru dan harus berorietasi ke lapangan, misalnya siswa diminta mengumpulkan data tentang penduduk, penyakit, dan lain-lain, maka siswa harus bekerjasama dalam kelompok dan dalam bekerja dituntut kemandirian.
7. Pembelajaran IPA melalui Penyelidikan Kelompok
Model pembelajaran penyelidikan kelompk memiliki 6 tahapan. Menurut Sharan dkk. (1984) dalam Ibrahim dkk. (2000) keenam tahapan tersebut sebagai berikut :
-Pemilihan Topik
Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang telah ditetapkan oleh guru. Seperti data tentang kependudukan, kesehatan masyarakat, dan lain-lain. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi 2 sampai 6 anggota tiap kelompok menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.
-Perencanaan kooperatif
Sisw adan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama.
-ImplementasiSiswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam
tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan aktivitas dan
keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis
sumber bejalar yang berbeda baik di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara
ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.-Analisi dan Sintesis
Siswa
menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan
merencanakan bagaimana informasi tersebut ringkas disajikan dengan cara yang
menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.
-Presentasi hasil final
Beberapa atau
semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada
seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu sama
lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif yang luas dalam topik
itu, presentasi dikoordinasi oleh guru.
-Evaluasi
Dalam hal
kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan
guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu
keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau
kelompok. Keenam tahapan atau fase tersebut menjadi fase-fase dalam
pembelajaran dalam penyelidikan kelompok.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Masalah yang muncul yang dialami oleh guru dalam pembelajaran IPA di Kelas
4 SD, diantaranya : Guru tidak siap mengajar, dalam arti terkadang guru belum
memahami konsep materi yang diajarkan; Kesulitan memahami pelajaran, guru
sering kesulitan dalam memunculkan minat belajar anak; Kurang optimal dalam
penerapan metode pembelajran yang ada; Kesulitan memilih dan menentukan alat
peraga yang sesuai dengan materi yang diajarkan; dan Kesulitan menanamkan
konsep yang benar pada siswa dan sering bersifat verbalistik.
2.
Solusi permaalahan pem,belajaran IPA
di Kelas 4 SD dapat di atasi melalui:
pembelajaran aktif, kreatif, enak dan menyenangkan (PAKEM); kerja ilmiah,
pendekatan lingkungan, pembelajaran kooperatif; dan melalui penyelidikan
kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Siswoyo.
2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Prees
Mandarau.
2005. Guru Kencing Berdiri Murid Kencing Berlarian. Yogyakarta;Ar-Ruzz
Suparlan.
2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat.
good job kaka senior STKIPKN jakarta
BalasHapus