1. Jelaskan
Apa Yang Dimaksud Dengan Thingking Classroom Dalam Pembelajaran Matematika !
Jawab :
Dalam Belajar Matematika Orang
Harus Berpikir, Karena Itu Peserta Didik Harus Difasilitasi Agar Mereka Mau
Berpikir. Mathematical Thinking Classroomperlu Dirancang Agar Proses Berpikir
Dapat Dipicu Dan Berkembang Lewat Adanya Masalah Matematika Yang Menantang Dan
Tidak Rutin Sehingga Peserta Didik Memiliki Kebiasaan Berpikir Yang Memadai Dan
Memiliki Ketrampilan Berpikir Yang Memampukan Mereka Untuk Menjadi Kritis,
Kreatif Dan Reflektif. Guru Berperan Sebagai Sutradara/Disain. Istilah
”Thinking Classroom” Dapat Diartikan Sebagai Sebuah Kelas Yang Berpikir Atau Suatu
Kelas Yang Difasilitasi Sedemikan Rupa Dengan Kegiatan Belajar Yang
Mengutamakan Proses Berpikir. Dalam Suatu Kelas Yang Berpikir Kualitas
Pembelajaran Matematika, Antara Lain Bergantung Padaseberapa Baik Siswa Dan
Guru Memahami Tentang Apa Yang Sedang Dan Harus Mereka Lakukan/Kerjakan. Dalam
Hal Ini Aspekyang Terkait Dengan Konsep ”Thinking Classroom”Berhubungan Dengan
Beliefbahwa Dalam Belajar Seseorang Harus Mengalami Proses Berpikir Yang Baik,
Serta Proses Berpikir Yang Baik Dapat Dipelajari Oleh Seluruh Siswa,Dan Adanya
Keyakinan Bahwa Pembelajaran Harus Melibatkan Pemahaman Yang Mendalam Serta
Menggunakan Pengetahuan Yang Baru Secara Aktif Dan Fleksibel. Berkaitan Dengan
Hal Tersebut Maka Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran Memegang Kunci Utama Agar
Proses Berpikirsiswa Dapat Berlangsung Dengan Baik Di Dalam Kelas. Dalam Hal
Ini Peran Guru Dapat Dipandang Sebagai Seorang Sutradara Yang Mempersiapkan
Segala Sesuatu Yang Berkaitan Dengan Perangkat Pembelajaran Di Kelas Sekaligus
Sebagai Seorang Aktor Yang Berperan Langsung Dalam Proses Pembelajaran Di
Kelas. Sebagai Seorang Sutradara Pembelajaran Yang Baik, Guru Harus Memiliki
Kompetensi Yang Baik Dalam Bidangnya, Menguasai Berbagai Model, Metode,
Pendekatan Dan Strategi Pembelajaran Serta Dapat Memahami Konten Kurikulum
Untuk Diaplikasikan. Sedangkan Sebagai Seorang Aktor Ketika Proses Pembelajaran
Berlangsung, Guru Harus Dapat Memberi Respon Yang Tepat Terhadap Setiap
Tindakan Siswa Di Dalam Kelas. Guru Harus Selalu Siap Dengan Tindakan-Tindakan
Spontan Siswa Di Dalam Kelas Yang Pada Awalnya Tidak Diantisipasi Akan Muncul
Pada Saat Penyusunan Skenario Pembelajaran
2. Mengapa
Warna Sains Di Zaman Modern Berbeda Dengan Sains Di Zaman Sebelumnya?
Jawab :
Makna Sains (Science) Diambil Dari Kata Latin Scientia
Yang Arti Harfiahnya Adalah Pengetahuan. Sund Dan Trowbribge Merumuskan Bahwa
Sains Merupakan Kumpulan Pengetahuan Dan Proses. Sedangkan Kuslan Stone
Menyebutkan Bahwa Sains Adalah Kumpulan Pengetahuan Dan Cara-Cara Untuk
Mendapatkan Dan Mempergunakan Pengetahuan Itu. Sains Merupakan Produk Dan
Proses Yang Tidak Dapat Dipisahkan. “Real Science Is Both Product And Process,
Inseparably Joint” (Agus. S. 2003: 11)
Oleh Karena Sains Dahulu Dengan Saat Ini Sangatlah
Berbeda Dikarenakan Sains Sebagai Proses Merupakan Langkah-Langkah Yang
Ditempuh Para Ilmuwan Untuk Melakukan Penyelidikan Dalam Rangka Mencari
Penjelasan Tentang Gejala-Gejala Alam. Langkah Tersebut Adalah Merumuskan
Masalah, Merumuskan Hipotesis, Merancang Eksperimen, Mengumpulkan Data,
Menganalisis Dan Akhimya Menyimpulkan. Dari Sini Tampak Bahwa Karakteristik
Yang Mendasar Dari Sains Ialah Kuantifikasi Artinya Gejala Alam Dapat Berbentuk
Kuantitas.
3. Apa Saja
Akibat Kemajuan Di Dunia Komputerisasi Terhadap Kemajuan Pengetahuan Tentang
Alam?
4.
Berikan Uraian Tentang Macam-Macam Model Pembelajaran
Kolaboratif Yang Anda Ketahui !
5.
Berikan Analisis Menurut Anda Dari Tayangan Video
“Perspektif Tentang Alam”
6. Jelaskan
Perbedaan Tentang “Sistem Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis E-Learning Dengan “Sistem Pembelajaran Konvensional” Serta Kelebihan Dan Kekurangannya!
Jawab:
Pembelajaran Jarak Jauh (Pjj) Adalah Pembelajaran Dengan
Menggunakan Suatu Media Yang Memungkinkan Terjadi Interaksi Antara Pengajar Dan Pembelajar. Dalam Pjj
Antara Pengajar Dan Pembelajar Tidak Bertatap Muka Secara Langsung, Dengan Kata Lain Melalui Pjj Dimungkinkan Antara Pengajar
Dan Pembelajar Berbeda Tempat Bahkan Bisa Dipisahkan Oleh Jarak Yang Sangat Jauh. Jadi Sangat Memudahkan Proses Pembelajaran.
Sedangkan Inkuiri Berasal Dari
Bahasa Inggris Yaitu Inquiry, Yang Dapat Diartikan Sebagai Proses Bertanya
Dan Mencari Tahu Jawaban Terhadap Pertanyaan Ilmiah Yang Diajukannya.
Pertanyaan Ilmiah Adalah Pertanyaan Yang Dapat Mengarahkan Pada Kegiatan
Penyelidikan Terhadap Obyek Pertanyaan. Dengan Kata Lain, Inkuiri Adalah Suatu
Proses Untuk Memperoleh Dan Mendapatkan Informasi Dengan Melakukan Observasi
Dan Atau Eksperimen Untuk Mencari Jawaban Atau Memecahkan Masalah Terhadap
Pertanyaan Atau Rumusan Masalah Dengan Menggunakan Kemampuan Berpikir Kritis
Dan Logis. Inkuiri Berasal Dari Bahasa Inggris Yaitu Inquiry,
Yang Dapat Diartikan Sebagai Proses Bertanya Dan Mencari Tahu Jawaban Terhadap
Pertanyaan Ilmiah Yang Diajukannya. Pertanyaan Ilmiah Adalah Pertanyaan
Yang Dapat Mengarahkan Pada Kegiatan Penyelidikan Terhadap Obyek Pertanyaan.
Dengan Kata Lain, Inkuiri Adalah Suatu Proses Untuk Memperoleh Dan Mendapatkan
Informasi Dengan Melakukan Observasi Dan Atau Eksperimen Untuk Mencari Jawaban
Atau Memecahkan Masalah Terhadap Pertanyaan Atau Rumusan Masalah Dengan
Menggunakan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Logis.
Ujuan Utama Dari Pembelajaran Inkuiri Adalah Pengembangan
Kemampuan Berpikir Siswa. Dengan Demikian, Pembelajaran Ini Selain Berorientasi
Pada Hasil Belajar Juga Berorientasi Pada Proses Belajar Siswa. Proses
Pembelajaran Pada Dasarnya Adalah Proses Interaksi Antara Siswa Dengan Siswa
Juga Berinteraksi Dengan Guru Bahkan Interaksi Siswa Dengan Lingkungan.
Berdasarkan Beberapa Definisi Tersebut, Dapat Disimpulkan
Bahwa Inkuiri Merupakan Suatu Proses Yang Ditempuh Siswa Untuk Memecahkan
Masalah, Merencanakan Eksperimen, Melakukan Eksperimen, Megumpulkan Dan
Menganalisis Data, Dan Menarik Kesimpulan. Jadi, Dalam Pembelajaran Inkuiri Ini
Siswa Terlibat Secara Mental Maupun Fisik Untuk Memecahkan Masalah Yang
Diberikan Guru.
7.
Menurut Saudara Apakah:
a. Bumi Sebagai Pusat Alam Semesta Atau Matahari Sebagai
Pusat Alam Semesta...?
Jawab :
Matahari Sebagai Pusat Alam Semesta Karena Matahari Sebagai Pusat Tata Surya Kita, Saat Ini
Tengah Berada Pada Apa Yang Dinamakan Dengan Kesetimbangan Dinamis Antara
Gravitasi Dan Proses Reaksi Fusi Untuk Menghasilkan Energi. Sebagaimana Yang
Telah Dipahami Bahwa Proses Fusi Adalah Proses Yang Melibatkan Gabungan Massa
(Hidrogen) Yang Berubah Menjadi Massa Lainnya (Helium) Sanbil Membebaskan
Energi. Selama Masih Terdapat.Matahari Sebagai Pusat Tata Surya Memegang
Peranan Penting Bagi Keberlangsunan Kehidupan Bumi. Matahari Adalah Sumber
Energi Utama Untuk Bumi Kita. Energi Ini Tersimpan Melalui; Makanan Yang Kita
Konsumsi, Bahan Bakar Fosil, Ataupun Dari Pancaran Sinar Yang Kita Nikmati
Secara Langsung. Energi Ini Pula Yang Digunakan Oleh Tumbuhan Untuk Tumbuh Dan
Melakukan Proses Fotosintesis. Energi Matahari Dipancarkan Dalam Bentuk
Gelombang Elektromagnetik.
b. Jelaskan Pendapat Anda Dan Sebutkan Tiga Teori Yang Mendukung Pendapat
Anda Tersebut !
c.
Jawab :
8. Jelaskan
Menurut Pendapat Saudara Apa Yang Dimaksud Dengan “Standart Kompetensi Guru
Mipa”
Jawab :
9. Jelaskan
a. Bagaimana Pola Perkembangan Ilmu Alam Dari
Waktu Ke Waktu ? Mengapa Dikatakan Sebagai Perulangan
Pola ?
b. Bagaimana Relevansi Metode Ilmiah Dalam
Perkembangan Ilmu Alam Di Zaman Modern,
Yang Diwarnai Dengan Terjalinnya Komunikasi Cepat Malalui Computer Dan Jaringan
Internet ? Jelaskan Dengan Singkat!
10. Sebutkan
Beberapa Teori Kebenaran Yang Pernah And Abaca Dengan Serius Yang Berhubungan
Dengan Pengetahuan Anda Tentang Sains !
Jawab : Ilmu Pengetahuan Terkait Erat Dengan Pencarian
Kebenaran, Yakni Kebenaran Ilmiah. Ada Banyak Yang Termasuk Pengetahuan
Manusia, Namun Tidk Semua Hal Itu Langsung Kit Golongkan Sebagai Ilmu
Pengetahuan. Hanya Pengetahuan Tertentu, Yang Diperoleh Dari Kegiatan Ilmiah,
Dengan Metode Yang Sistematis, Melalui Penelitian, Analisis Dan Pengujian Data
Secara Ilmiah, Yang Dapat Kit Sebut Sebagai Ilmu Pengetahuan. Dalam Sejarah
Filsafat, Terdapat Beberapa Teori Tentang Kebenaran, Diantaranya Tiga Yang
Utama, Yakni: Pertama, Teori Kebenaran Ebagai Persesuaian (The Correspondence
Theory Of Truth), Disebut Juga Teori Korespondensi; Teori Kebenaran Sebagai
Peneguhan (The Coherence Theory Of Truth), Atau Disebut Juga Sebagai Teori
Koherensi; Dan Ketiga, Teori Pragmatis (The Pragmatis Theory Of Truth).
1.
Teori Koresondensi / Teori Persesuaian (The
Correspondence Theory Of Truth)
Teori Ini Sampai
Tingkat Tertentu Sudah Dimunculkan Aristoteles, Mengatakan Hal Yang Ada Sebagai
Tidak Ada, Atau Yang Tidak Ada Sebagai Ada, Adalah Salah. Sebaliknya,
Mengatakan Yang Ada Sebagai Ada, Atau Yang Tidak Ada Sebagai Tidak Ada, Adalah
Benar. Dengan Ini Aristoteles Sudah Meletakkan Dasar Bagi Teori Kebenaran
Sebagai Persesuaian Bahwa Kebenaran Adalah Persesuaian Antara Apa Yang
Dikatakan Dengan Kenyataan. Jadi Suatau Pernyataan Dianggap Benar Jika Apa Yang
Dinyatakan Memiliki Keterkaitan (Correspondence) Dengan Kenyataan Yang
Diungkapkan Dalam Pernyataan Itu. Menurut Teori Ini, Kebenaran Adalah Soal
Kesesuaian Antara Apa Yang Diklaim Sebagai Diketahui Dengan Kenyataan Yang
Sebenarnya. Benar Dan Salah Adalah Soal Sesuai Tidaknya Apa Yang Dikatakan
Dengan Kenyataan Sebagaimana Adanya. Atau Dapat Pula Dikatakan Bahwa Kebenaran
Terletak Pada Kesesuaian Antara Subjek Dan Objek, Yaitu Apa Yang Diketahui
Subjek Dan Realitas Sebagaimana Adanya. Kebenaran Sebagai Persesuaian Juga
Disebut Sebagai Kebenaran Empiris, Karena Kebenaran Suatu Pernyataan Proposisi,
Atau Teori, Ditentukan Oleh Apakah Pernyataan, Proposisi Atau Teori Didukung
Fakta Atau Tidak. Suatu Ide, Konsep, Atau Teori Yang Benar, Harus Mengungkapkan
Relaitas Yang Sebenarnya. Kebenaran Terjadi Pada Pengetahuan. Pengetahuan
Terbukti Benar Dan Menjadi Benar Oleh Kenyataan Yang Sesuai Dengan Apa Yang
Diungkapkan Pengetahuan Itu. Oleh Karena Itu, Bagi Teori Ini, Mengungkapkan
Realitas Adalah Hal Yang Pokok Bagi Kegiatan Ilmiah. Dalam Mengungkapkan
Realitas Itu, Kebenaran Akan Muncul Dengan Sendirinya Ketika Apa Yang
Dinyatakan Sebagai Benar Memang Sesuai Dengan Kenyataan. Berkaitan Dengan Teori
Ini, Ada Beberapa Hal Yang Perlu Dicatat, Yaitu: Pertama, Teori Ini Sangat Ditekankan
Oleh Aliran Empirisisme Yang Mengutamakan Pengalaman Dan Pengamatan Inderawi
Sebagai Sumber Utama Pengetahuan Manusia. Maka, Teori Ini Sangat Menghargai
Pengamatan, Percobaan Atau Pengujian Empiris Untuk Mengungkapkan Kenyataan Yang
Sebenarnya. Sehubungan Dengan Itu, Teori Ini Lebih Mengutamakan Cara Kerja Dan
Pengetahuan Aposteriori, Yaitu Pengetahuan Yang Terungkap Hanya Melalui Dan
Setelah Pengalaman Dan Percobaan Empiris. Kedua, Teori Ini Juga Cenderung
Menegaskan Dualitas Antara Subjek Dan Objek, Antara Si Pengenal Dan Yang
Dikenal. Dengan Titik Tolak Dualitas Tersebut, Teori Ini Lalu Menekankan
Pentingnya Objek Bagi Kebenaran Pengetahuan Manusia. Bahkan Bagi Teori Ini Yang
Paling Berperan Bagi Kebenaran Pengatahuan Manusia Adalah Objek. Subjek Atau
Akal Budi Hanya Mengolah Lebih Jauh Apa Yang Diberikan Oleh Objek. Ketiga,
Teori Ini Sangat Menekankan Bukti (Evidence) Bagi Kebenaran Suatu Pengetahuan.
Tetapi Bukti Ini Bukan Diberikan Secara Apriori Oleh Akal Budi. Bukti Ini Bukan
Konstruksi Akal Budi, Bukan Hasil Imajinasinya, Melainkan Adalah Apa Yang
Disodorkan Oleh Objek Yang Dapat Ditangkap Oleh Panca Indera Manusia. Kebenaran
Akan Terbukti Dengan Sendirinya Jika Apa Yang Dinyatakan Dalam Proposisi Sesuai
Kenyataan Sebagaimana Diungkapnya. Maka, Yang Disebut Sebagai Pembuktian Atau
Justifikasi Adalah Proses Menyodorkan Fakta Yang Mendukung Suatu Proposisi Atau
Hipotesis. Persoalan Yang Muncul Sehubungan Dengan Teori Ini Adalah Bahwa Semua
Pernyataan, Proposisi, Atau Hipotesis Yang Tidak Didukung Oleh Bukti Empiris,
Oleh Kenyataan Faktual Apapun, Tidak Akan Dianggap Benar. Jadi Mislanya, “Ada
Tuhan Yang Maha Kuasa” Tidak Dianggap Sebagai Suatu Kebenaran Jika Tidak
Didukung Oleh Bukti Empiris Tertentu. Karena Itu, Pernyataan Tersebut Bukanlah Pengetahuan,
Melainkan Keyakinan. Pernyataan “Indonesia Adalah Sebuah Negara Demokratis”,
Tidak Akan Dianggap Kebenaran Jika Tidak Didukung Oleh Fakta Empiris. Masalah
Kebenaran Menurut Teori Ini Hanyalah Perbandingan Antara Realita Oyek
(Informasi, Fakta, Peristiwa, Pendapat) Dengan Apa Yang Ditangkap Oleh Subjek
(Ide, Kesan). Jika Ide Atau Kesan Yang Dihayati Subjek (Pribadi) Sesuai Dengan
Kenyataan, Realita, Objek, Maka Sesuatu Itu Benar. Teori Korespodensi
(Corespondence Theory Of Truth), Menerangkan Bahwa Kebenaran Atau Sesuatu
Kedaan Benar Itu Terbukti Benar Bila Ada Kesesuaian Antara Arti Yang Dimaksud
Suatu Pernyataan Atau Pendapat Dengan Objek Yang Dituju/ Dimaksud Oleh
Pernyataan Atau Pendapat Tersebut. Kebenaran Adalah Kesesuaian Pernyataan
Dengan Fakta, Yang Berselaran Dengan Realitas Yang Serasi Dengan Sitasi Aktual.
Dengan Demikian Ada Lima Unsur Yang Perlu Yaitu :
a.
Statemaent (Pernyataan)
b.
Persesuaian (Agreemant)
c.
Situasi (Situation)
d.
Kenyataan (Realitas)
e.
Putusan (Judgements)
Kebenaran Adalah
Fidelity To Objektive Reality (Kesesuaian Pikiran Dengan Kenyataan). Teori Ini
Dianut Oleh Aliran Realis. Pelopornya Plato, Aristotels Dan Moore Dikembangkan
Lebih Lanjut Oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas Di Abad Skolatik, Serta Oleh
Berrand Russel Pada Abad Modern. Cara Berfikir Ilmiah Yaitu Logika Induktif
Menggunakan Teori Korespodensi Ini. Teori Kebenaran Menuru Corespondensi Ini
Sudah Ada Di Dalam Masyarakat Sehingga Pendidikan Moral Bagi Anak-Anak Ialah
Pemahaman Atas Pengertian-Pengertian Moral Yang Telah Merupakan Kebenaran Itu.
Apa Yang Diajarkan Oleh Nilai-Nilai Moral Ini Harus Diartikan Sebagai Dasar
Bagi Tindakan-Tindakan Anak Di Dalam Tingkah Lakunya. Artinya Anak Harus
Mewujudkan Di Dalam Kenyataan Hidup, Sesuai Dengan Nilai-Nilai Moral Itu.
Bahkan Anak Harus Mampu Mengerti Hubungan Antara Peristiwa-Peristiwa Di Dalam
Kenyataan Dengan Nilai-Nilai Moral Itu Dan Menilai Adakah Kesesuaian Atau Tidak
Sehingga Kebenaran Berwujud Sebagai Nilai Standard Atau Asas Normatif Bagi
Tingkah Laku. Apa Yang Ada Di Dalam Subyek (Ide, Kesan) Termasuk Tingkah Laku
Harus Dicocokkan Dengan Apa Yang Ada Di Luar Subyek (Realita, Obyek,
Nilai-Nilai) Bila Sesuai Maka Itu Benar.
2.
Teori Konsistensi Atau Teori Koherensi (The Coherence
Theory Of Truth)
Jika Teori
Kebenaran Sebagai Persesuaian Dianut Oleh Kaum Empiris, Maka Teori Yang Kedua
Ini, Yaitu Teori Kebenaran Sebagai Keteguhan, Dianut Oleh Kaum Rasionalis
Seperti Leibniz, Benedictus Spinoza, Descartes, George Hegel, Dlsb. Menurut
Teori Ini, Kebenaran Tidak Ditemukan Dalam Kesesuaian Antara Proposisin Dengan
Kenyataanmelainkan Dalam Relasi Antara Proposisi Baru Dengan Proposisi Yang
Sudah Ada. Maka Suatu Pengetahuan, Teori, Pernyataan, Proposisi, Atau Hipotesis
Dianggap Benar Jika Proposisi Itu Meneguhkan Dan Konsisten Dengan Proposisi Sebelumnya
Yang Dianggap Benar. Bagi Kaum Rasionalis, Pengetahuan Tidak Mungkin Bisa
Keluar Dari Pikiran Atau Akal Budi Manusia Untuk Berhadapan Langsung Dengan
Realitas, Dan Dari Situ Bisa Diketahui Apakah Pengetahuan Itu Benar Atau
Tidak.Matematika Dan Ilmu-Ilmu Pasti Lainnya Sangat Menekankan Teori Ini.
Menurut Para Penganut Teori Ini, Mengatakan Bahwa Suatu Pernyataan Atau
Proposisi Benar Atau Salah, Adalah Mengatakan Bahwa Proposisi Itu Berkaitan Dan
Meneguhkan Proposisi Atau Pernyataan Yang Lain Atau Tidak. Dengan Kata Lain,
Pernyataan Itu Benar Jika Pernyataan Itu Cocok Dengan Sistem Pemikiran Yang
Ada. Maka Kebenaran Sesunguhnya Hanya Berkaitan Dengan Implikasi Logis Dari
Sistem Pemikiran Yang Ada. Misalnya: (1) Semua Manusia Pasti Mati; (2) Sokrates
Adalah Manusia; (3) Sokrates Pasti Mati. Kebenaran (3) Hanya Merupakan
Implikasi Logis Dari Sistem Pemikiran Yang Ada, Yaitu (1) Semua Manusia Pasti
Mati, Dan (2) Sokrates Adalah Manusia. Dalam Arti Ini, Kebenaran (3)
Sesungguhnya Sudah Terkandung Dalam Kebenaran (1). Oleh Karena Itu, Kebenaran
(3) Tidak Ditentukan Oleh Apakah Dalam Kenyataannya Sokrates Mati Atau Tidak.
Contoh Lain, “Lilin Akan Mencair Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih”. Bagi Kaum Empiris Yang Menganut Kebenaran Sebagai Persesuaian, Untuk Mengetahui Kebenaran Pernyataan Ini, Perlu Diadakan Percobaan Dengan Memasukkkan Lilin Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih, Untuk Mengetahui Apakah Pernyataan Itu Sesuai Dengan Kenyataan Atau Tidak. Bagi Kaum Rasionalis, Yang Menganut Kebenaran Sesuai Keteguhan, Untuk Mengetahui Kebenaran Pernyataan Itu, Kita Cukup Mengecek Apakah Pernyataan Ini Sejalan Dengan Pernyataan Lainnya. Apakah Pernyataan Ini Meneguhkan Pernyataan Lainnya. Ternyata, Pernyataan Itu Benar Karena Lilin Terbuat Dari Bahan Parafin, Dan Parafin Selalu Mencair Pada Suhu 60 Derajat Celcius. Karena Arti “Mendidih” Ada Pada Suhu 100 Derajat Celcius, Maka Dengan Sendirinya Lilin Akan Mencair Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih. “Lilin Mendidih Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih” Adalah Pernyataan Yang Benar Tanpa Perlu Dirujuk Pada Realitas. Pernyataan Itu Benar Karena Meneguhkan Realitas. Pernyataan Itu Benar Karena Meneguhkan Pernyataan Lain Bahwa Lilin Adalah Bahan Parifin Yang Selalu Mencair Pada Suhu 60 Derajat Celcius, Dan Juga Sejalan Dengan Pernyataan Lain Bahwa Air Mendidih Pada Suhu 100 Derajat Celcius. Dengan Kata Lain, Pernyataan “Lilin Mendidih Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih” Hanya Merupakan Konsekuensi Logis Dari Pernyataan-Pernyataan Tadi. Hal Ini Dapat Dijelaskan Dengan Cara Lain. Ada Pernyataan, “Lilin Mendidih Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih”. Timbul Pertanyaan, “Mengapa?” Atau “Bagaimana Anda Tahu?” Kaum Empiris Akan Mengatakan: “Coba Saja, Dan Buktikan Apakah Benar Atau Tidak”. Kaum Rasionalis Akan Menjawab: “Mudah Saja. Lilin Termasuk Bahan Parafin, Dan Parafin Selalu Mendidih Pada Suhu 60 Derajat Celcius. Air Baru Mendidih Pada Suhu 100 Derajat Celcius. Maka Kesimpulan Logisnya: “Lilin Pasti Dengan Sendirinya Akan Mencair Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih.” Dari Uraian Di Atas Bisa Dilihat Dengan Jelas Bahwa, Pertama, Teori Kebenaran Sebagai Keteguhan Lebih Menekankan Kebenaran Rasional-Logis Dan Juga Cara Kerja Deduktif. Dalam Hal Ini Berarti, Pengetahuan Yang Benar Hanya Dideduksikan Atau Diturunkan Sebagai Konsekwensi Logis Dari Pernyataan-Pernyataan Lain Yang Sudah Ada, Dan Yang Sudah Dianggap Benar. Konsekuensinya, Kebenaran Suatu Pernyataan Atau Pengetahuan Sudah Diandaikan Secara Apriori Tanpa Perlu Dicek Dengan Kenyataan Yang Ada. Bagi Kaum Rasionalis, “Lilin Mendidih Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih” Sudah Merupakan Suatu Pengetahuan Yang Kebenarannya Sudah Diandaikan Dan Diketahui Secara Apriori. Sama Halnya Juga Dengan Hukum Inflasi Atau Hukum Penawaran Dan Permintaan. Kedua, Dengan Demikian Teori Kebenaran Sebagai Keteguhan Lebih Menekankan Kebenaran Dan Pengetahuan Apriori. Ini Berarti Pembuktian Sama Artinya Dengan Validasi: Memperlihatkan Apakah Kesimpulan Yang Mengandung Kebenaran Tadi Memang Diperoleh Secara Valid (Sahih) Dari Proposisi Lain Yang Telah Diterima Sebagai Benar. Salah Satu Kesulitan Dan Sekaligus Keberatan Atas Teori Ini Adalah Bahwa Karena Kebenaran Suatu Pernyataan Didasarkan Pada Kaitan Atau Kesesuaiannya Dengan Pernyataan Lain, Timbul Pertanyaan Bagaimana Dengan Kebenaran Pernyataan Tadi? Jawabannya, Kebenarannya Ditentukan Berdasarkan Fakta Apakah Pernyataan Tersebut Sesuai Dan Sejalan Dengan Pernyataan Yang Lain. Hal Ini Akan Berlangsung Terus Sehingga Akan Terjadi Gerak Mundur Tanpa Henti (Infinite Regress) Atau Akan Terjadi Gerak Putar Tanpa Henti. Karena Itu, Kendati Tidak Bisa Dibantah Bahwa Teori Kebenaran Sebagai Keteguhan Ini Penting, Dalam Kenyataan Perlu Digabungkan Dengan Teori Kebenaran Sebagai Kesesuaian Dengan Realitas. Dalam Situasi Tertentukita Tidak Selalu Perlu Mengecek Apakah Suatu Pernyataan Adalah Benar, Dengan Merujuknya Pada Realitas. Kita Cukup Mengandaikannya Sebagai Benar Secara Apriori, Tetapi, Dalam Situasi Lainnya, Kita Tetap Perlu Merujuk Pada Realitas Untuk Bisa Menguji Kebenaran Pernyataan Tersebut.
Sebagai Perbandingan, Kita Dapat Membuat Pembedaan Antara Kebenaran Empiris Dan Kebenaran Logis Sebagai Berikut:
Contoh Lain, “Lilin Akan Mencair Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih”. Bagi Kaum Empiris Yang Menganut Kebenaran Sebagai Persesuaian, Untuk Mengetahui Kebenaran Pernyataan Ini, Perlu Diadakan Percobaan Dengan Memasukkkan Lilin Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih, Untuk Mengetahui Apakah Pernyataan Itu Sesuai Dengan Kenyataan Atau Tidak. Bagi Kaum Rasionalis, Yang Menganut Kebenaran Sesuai Keteguhan, Untuk Mengetahui Kebenaran Pernyataan Itu, Kita Cukup Mengecek Apakah Pernyataan Ini Sejalan Dengan Pernyataan Lainnya. Apakah Pernyataan Ini Meneguhkan Pernyataan Lainnya. Ternyata, Pernyataan Itu Benar Karena Lilin Terbuat Dari Bahan Parafin, Dan Parafin Selalu Mencair Pada Suhu 60 Derajat Celcius. Karena Arti “Mendidih” Ada Pada Suhu 100 Derajat Celcius, Maka Dengan Sendirinya Lilin Akan Mencair Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih. “Lilin Mendidih Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih” Adalah Pernyataan Yang Benar Tanpa Perlu Dirujuk Pada Realitas. Pernyataan Itu Benar Karena Meneguhkan Realitas. Pernyataan Itu Benar Karena Meneguhkan Pernyataan Lain Bahwa Lilin Adalah Bahan Parifin Yang Selalu Mencair Pada Suhu 60 Derajat Celcius, Dan Juga Sejalan Dengan Pernyataan Lain Bahwa Air Mendidih Pada Suhu 100 Derajat Celcius. Dengan Kata Lain, Pernyataan “Lilin Mendidih Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih” Hanya Merupakan Konsekuensi Logis Dari Pernyataan-Pernyataan Tadi. Hal Ini Dapat Dijelaskan Dengan Cara Lain. Ada Pernyataan, “Lilin Mendidih Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih”. Timbul Pertanyaan, “Mengapa?” Atau “Bagaimana Anda Tahu?” Kaum Empiris Akan Mengatakan: “Coba Saja, Dan Buktikan Apakah Benar Atau Tidak”. Kaum Rasionalis Akan Menjawab: “Mudah Saja. Lilin Termasuk Bahan Parafin, Dan Parafin Selalu Mendidih Pada Suhu 60 Derajat Celcius. Air Baru Mendidih Pada Suhu 100 Derajat Celcius. Maka Kesimpulan Logisnya: “Lilin Pasti Dengan Sendirinya Akan Mencair Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih.” Dari Uraian Di Atas Bisa Dilihat Dengan Jelas Bahwa, Pertama, Teori Kebenaran Sebagai Keteguhan Lebih Menekankan Kebenaran Rasional-Logis Dan Juga Cara Kerja Deduktif. Dalam Hal Ini Berarti, Pengetahuan Yang Benar Hanya Dideduksikan Atau Diturunkan Sebagai Konsekwensi Logis Dari Pernyataan-Pernyataan Lain Yang Sudah Ada, Dan Yang Sudah Dianggap Benar. Konsekuensinya, Kebenaran Suatu Pernyataan Atau Pengetahuan Sudah Diandaikan Secara Apriori Tanpa Perlu Dicek Dengan Kenyataan Yang Ada. Bagi Kaum Rasionalis, “Lilin Mendidih Jika Dimasukkan Ke Dalam Air Yang Sedang Mendidih” Sudah Merupakan Suatu Pengetahuan Yang Kebenarannya Sudah Diandaikan Dan Diketahui Secara Apriori. Sama Halnya Juga Dengan Hukum Inflasi Atau Hukum Penawaran Dan Permintaan. Kedua, Dengan Demikian Teori Kebenaran Sebagai Keteguhan Lebih Menekankan Kebenaran Dan Pengetahuan Apriori. Ini Berarti Pembuktian Sama Artinya Dengan Validasi: Memperlihatkan Apakah Kesimpulan Yang Mengandung Kebenaran Tadi Memang Diperoleh Secara Valid (Sahih) Dari Proposisi Lain Yang Telah Diterima Sebagai Benar. Salah Satu Kesulitan Dan Sekaligus Keberatan Atas Teori Ini Adalah Bahwa Karena Kebenaran Suatu Pernyataan Didasarkan Pada Kaitan Atau Kesesuaiannya Dengan Pernyataan Lain, Timbul Pertanyaan Bagaimana Dengan Kebenaran Pernyataan Tadi? Jawabannya, Kebenarannya Ditentukan Berdasarkan Fakta Apakah Pernyataan Tersebut Sesuai Dan Sejalan Dengan Pernyataan Yang Lain. Hal Ini Akan Berlangsung Terus Sehingga Akan Terjadi Gerak Mundur Tanpa Henti (Infinite Regress) Atau Akan Terjadi Gerak Putar Tanpa Henti. Karena Itu, Kendati Tidak Bisa Dibantah Bahwa Teori Kebenaran Sebagai Keteguhan Ini Penting, Dalam Kenyataan Perlu Digabungkan Dengan Teori Kebenaran Sebagai Kesesuaian Dengan Realitas. Dalam Situasi Tertentukita Tidak Selalu Perlu Mengecek Apakah Suatu Pernyataan Adalah Benar, Dengan Merujuknya Pada Realitas. Kita Cukup Mengandaikannya Sebagai Benar Secara Apriori, Tetapi, Dalam Situasi Lainnya, Kita Tetap Perlu Merujuk Pada Realitas Untuk Bisa Menguji Kebenaran Pernyataan Tersebut.
Sebagai Perbandingan, Kita Dapat Membuat Pembedaan Antara Kebenaran Empiris Dan Kebenaran Logis Sebagai Berikut:
Kebenaran Empiris:
1)
Mementingkan Objek
2)
Menghargai Cara Kerja Induktif Dan Aposteriori Dan
3)
Lebih Mengutamakan Pengamatan Indera.
Kebenaran Logis:
1)
Mementingkan Subjek;
2)
Menghargai Cara Kerja Deduktif Dan Apriori
3)
Lebih Mengutamakan Penalaran Akal Budi.
Pentingnya Kedua
Kebenaran Ini Sangat Ditekankan Oleh Imanuel Kant. Bagi Kant, Baik Akal Budi
Maupun Panca Indera Mempunyai Peran Penting Untuk Melahirkan Pengetahuan
Manusia. Karena Syarat Mutlak Bagi Adanya Pengetahuan Adalah Kebenaran, Kant
Pun Sangat Menekankan Baik Kebenaran Logis Yang Diperoleh Melalui Penalaran Akal
Budi, Maupun Kebenaran Empiris Yang Diperoleh Dengan Bantuan Panca Indera Yang
Menyodorkan Data-Data Tertentu. Pentingnya Kedua Kebenaran Ini Secara Saling
Menunjang Terutama Agar Kita Tidak Terjebak Pada Silogisme Dan Retorika Kosong.
Karena Seringkali Suatu Pernyataan Sangat Benar Dari Segi Logis, Tetapi Sama
Sekali Tidak Didukung Oleh Fakta Empiris. Banyak Ahli Atau Pengamat Sosial
Melontarkan Pernyataan Yang Sangat Rasional Dan Sulit Terbantahkan Secara
Logis, Namun Sama Sekali Tidak Benar Karena Tidak Didukung Fakta. Inilah Yang
Sering Membuat Kita Terkecoh. Tetapi Sebaliknya Pernyataan Yang Didukung Oleh
Fakta, Haruslah Bisa Dijelaskan Secara Rasional (Masuk Akal) Untuk Menunjukkan
Keterkaitannya Yang Rasional. Maka, Kebenaran Ilmiah Haruslah Memenuhi Kedua
Kriteria: Empiris Dan Rasional. Teori Ini Merupakan Suatu Usaha Pengujian
(Test) Atas Arti Kebenaran. Hasil Test Dan Eksperimen Dianggap Reliable Jika
Kesan-Kesan Yang Berturut-Turut Dari Satu Penyelidik Bersifat Konsisten Dengan
Hasil Test Eksperimen Yang Dilakukan Penyelidik Lain Dalam Waktu Dan Tempat
Yang Lain. Menurut Teori Consistency Untuk Menetapkan Suatu Kebenaran Bukanlah
Didasarkan Atas Hubungan Subyek Dengan Realitas Obyek. Sebab Apabila Didasarkan
Atas Hubungan Subyek (Ide, Kesannya Dan Comprehensionnya) Dengan Obyek,
Pastilah Ada Subyektivitasnya. Oleh Karena Itu Pemahaman Subyek Yang Satu
Tentang Sesuatu Realitas Akan Mungkin Sekali Berbeda Dengan Apa Yang Ada Di
Dalam Pemahaman Subyek Lain. Teori Ini Dipandang Sebagai Teori Ilmiah Yaitu
Sebagai Usaha Yang Sering Dilakukan Di Dalam Penelitian Pendidikan Khsusunya Di
Dalam Bidang Pengukuran Pendidikan.
Teori Konsisten Ini Tidaklah Bertentangan Dengan Teori Korespondensi. Kedua Teori Ini Lebih Bersifat Melengkapi. Teori Konsistensi Adalah Pendalaman Dan Kelanjutan Yang Teliti Dan Teori Korespondensi. Teori Korespondensi Merupakan Pernyataan Dari Arti Kebenaran. Sedah Teori Konsistensi Merupakan Usaha Pengujian (Test) Atas Arti Kebenaran Tadi.
Teori Konsisten Ini Tidaklah Bertentangan Dengan Teori Korespondensi. Kedua Teori Ini Lebih Bersifat Melengkapi. Teori Konsistensi Adalah Pendalaman Dan Kelanjutan Yang Teliti Dan Teori Korespondensi. Teori Korespondensi Merupakan Pernyataan Dari Arti Kebenaran. Sedah Teori Konsistensi Merupakan Usaha Pengujian (Test) Atas Arti Kebenaran Tadi.
Teori Koherensi
(The Coherence Theory Of Trut) Menganggap Suatu Pernyataan Benar Bila Di
Dalamnya Tidak Ada Perntentangan, Bersifat Koheren Dan Konsisten Dengna
Pernyataan Sebelumnya Yang Telah Dianggap Benar. Dengan Demikian Suatu
Pernyataan Dianggap Benar, Jika Pernyataan Itu Dilaksanakan Atas Pertimbangan
Yang Konsisten Dan Pertimbangan Lain Yang Telah Diterima Kebenarannya. Rumusan
Kebenaran Adalah Truth Is A Sistematis Coherence Dan Truth Is Consistency. Jika
A = B Dan B = C Maka A = C Logika Matematik Yang Deduktif Memakai Teori
Kebenaran Koherensi Ini. Logika Ini Menjelaskan Bahwa Kesimpulan Akan Benar,
Jika Premis-Premis Yang Digunakan Juga Benar. Teori Ini Digunakan Oleh Aliran
Metafisikus Rasional Dan Idealis. Suatu Teori Dianggap Benar Apabila Telah
Dibuktikan (Klasifikasi) Benar Dan Tahan Uji. Kalau Teori Ini Bertentangan
Dengan Data Terbaru Yagn Benar Atau Dengan Teori Lama Yang Benar, Maka Teori
Itu Akan Gugur Atau Batal Dengan Sendirinya.
3.
Teori Pragmatisme (The Pragmatic Theory Of Truth)
Teori Pragmatis
Tentang Kebenaran Ini Dikembangkan Dan Dianut Oleh Para Pilosof Pragmatis Dari
Amerika Seperti Charles Sanders Pierce Dan William James. Bagi Kaum Pragmatis,
Kebenaran Sama Artinya Dengan Kegunaan. Jadi, Ide, Konsep, Pernyataan, Atau
Hipotesis Yang Benar Adalah Ide Yang Berguna. Ide Yang Benar Adalah Ide Yang
Paling Mampu Memungkinkan Seseorang—Berdasarkan Ide Itu—Melakukan Sesuatu
Secara Paling Berhasil Dan Tepat Guna. Dengan Kata Lain, Berhasil Dan Berguna
Adalah Kriteria Utama Untuk Menentukan Apakah Suatu Ide Benar Atau Tidak.
Contohnya, Ide Bahwa Kemacetan Di Jalan-Jalan Besar Di Jakarta Disebabkan
Terlalu Banyak Kendaraan Pribadi Yang Ditumpangi Satu Orang. Maka, Konsep
Solusinya, “Wajibkan Kendaraan Pribadi Ditumpangi Minimal Oleh Tiga Penumpang”.
Ide Tersebut Benar Jika Ide Itu Berguna Atau Berhasil Memecahkan Persoalan
Kemacetan. Piecre Mengatakan Bahwa Ide Yang Jelas Dan Benar Mau Tidak Mau
Mempunyai Konsekuensi Praktis Pada Tindakan Tertentu. Artinya, Jika Ide Itu
Benar, Maka Ketika Diterapkan Akan Berguna Dan Berhasil Untuk Memecahkan Suatu
Persoalan Dan Menentukan Perilaku Manusia. William James Mengembangkan Teori
Pragmatisnya Dengan Berangkat Dari Pemikirannya Tentang “Berpikir”. Menurutnya,
Fungsi Dari Berpikir Bukan Untuk Menangkap Kenyataan Tertentu, Melainkan Untuk
Membentuk Ide Tertentu Demi Memuaskan Kebutuhan Atau Kepentingan Manusia. Oleh
Karena Itu, Pernyataan Penting Bagi James Adalah Jika Suatu Ide Diangap Benar,
Apa Perbedaan Praktis Yang Akan Timbul Dari Ide Ini Dibandingkan Dengan Ide
Yang Tidak Benar. Apa Konsekuensi Praktis Yang Berbeda Dari Ide Yang Benar
Dibandingkan Dengan Ide Yang Keliru. Menurut William James, Ide Atau Teori Yang
Benar Adalah Ide Atau Teori Yang Berguna Dan Berfungsi Memenuhi Tuntutan Dan
Kebutuhan Kita. Sebaliknya, Ide Yang Salah, Adalah Ide Yang Tidak Berguna Atau
Tidak Berfungsi Membanu Kita Memenuhi Kebutuhan Kita.
Dengan Demikian
Bagi William James, Ide Yang Benar Adalah Ide Yang Dalam Penerapannya Paling
Berguna Dan Paling Behasil Memungkinkan Manusia Bertindak Atau Melakukan
Sesuatu. Artinya, Jika Ide Tertentu Itu Benar, Maka Ide Itu Akan Berguna Dan
Berhasil Membantu Manusia Untuk Bertindak Secara Tertentu. Maka Kebenaran, Sama
Dengan Berguna Atau Kebergunaan. Ide Yang Berguna Lalu Berarti Ide Yang Benar
Dan Sebaliknya. Ini Berarti Pula, Suatu Ide Yang Benar Akan Memungkinkan Kita
Dan Menuntun Kita Untuk Sampai Pada Kbenaran, Atau Memungkinkan Kita Untuk
Sampai Pada Apa Yang Diklaim Dalam Ide Atau Pernyataan Tersebut. Contohnya, Ide
Tentang Kinerja Sebagai Berbanding Lurus Dengan Reward Atau Appraisal. Ide Ini
Benar Jika Naiknya Jaminan Bagi Pekerja Ternyata Meningkatkan Kinerja Atau
Produktifitas Pekerja. Benar, Dengan Demikian, Sama Artinya Dengan Berfungsi,
Berlaku. Ide Yang Benar Adalah Ide Yang Berfungsi Dan Berlaku Membantu Manusia
Bertindak Secara Tertentu Secara Berhasil. Maka Menurut Jhon Dewey Dan William
James, Ide Yang Benar Sesungguhnya Adalah Instrumen Untuk Bertindak Secara
Berhasil. Kebenaran Yang Terutama Ditekankan Oleh Kaum Pragmatis Ini Adalah
Kebenaran Yang Menyangkut “Pengetahuan Bagaimana” (Know-How). Suatu Ide Yang
Benar Adalah Ide Yang Memungkinkan Saya Berhasil Memperbaiki Atau Menciptakan
Sesuatu. Dalam Hal Ini, Kaum Pragmatis Sesungguhnya Tidak Menolak Teori
Kebenaran Dari Kaum Rasionalis Maupun Teori Kebenaran Kaum Empiris. Hanya Saja,
Bagi Mereka Suatu Kebenaran Apriori Hanya Benar Bila Kalau Kebenaran Itu
Berguna Dalam Penerapannya Yang Memunginkan Manusia Bertindak Secara Efektif.
Demikian Pula, Tolok Ukur Kebenaran Suatu Ide Bukanlah Realitas Statis,
Melainkan Realitas Tindakan. Jadi, Keseluruhan Kenyataan Yang Memperlihatkan
Kebergunaan Ide Tersebut.
Bagi Jhon Dewey,
Jika Kita Mau Memahami Apa Pengaruh, Dan Juga Kebenaran, Suatu Ide Atas
Pengalaman Dan Kehidupan Kita, Kita Harus Melihat Bagaimana Ide Tersebut Berlaku
Dan Berfungsi Dalam Penggunaannya. Atau Bagaimana Ide Tersebut Membantu Kita
Memecahkan Berbagai Persoalan Hidup Kita. Bagi Kaum Pragmatis, Yang Penting
Bukanlah Benar Tidaknya Suatu Ide Secara Abstark. Melainkan Sejauh Mana Kita
Dapat Memecahkan Persoalan-Persoalan Praktis Yang Muncul Dalam Kehidupan Kita
Dengan Menggunakan Ide-Ide Itu. Maka Bagi Kaum Pragmatis, Ide Yang Benar
Bukanlah Demi Ide Begitu Saja, Melainkan Demi Kehidupan Manusia.
Konsekuensinya, Semakin Berguna Sebuah Ide Untuk Memecahkan Persoalan-Persoalan
Praktis, Maka Ide Itu Akan Dianggap Paling Benar. Dewey Dan Kaum Pragmatis
Lainnya Juga Menekankan Pentingnya Ide Yang Benar Bagi Kegiatan Ilmiah. Menurut
Dewey, Penelitian Ilmiah Selalu Diilhami Oleh Suatu Keraguan Awal, Suatu
Ketidakpastian, Suatu Kesangsian Akan Sesuatu. Kesangsian Menimbulkan Ide
Tertentu. Ide Ini Benar Jika Ia Berhasil Membantu Ilmuwan Tersebut Untuk Sampai
Pada Jawaban Tertentu Yangmemuaskan Dan Dapat Diterima. Misalnya, Orang Yang
Tersesat Di Sebuah Hutan Kemudian Menemukan Sebuah Jalan Kecil. Timbul Ide,
Jangan-Jangan Jalan Ini Akan Membawanya Keluar Dari Hutan Tersebut Untuk Sampai
Pada Pemukiman Penduduk. Ide Tersebut Benar Jika Pada Akhirnya Dengan Dituntun
Oleh Ide Tadi Ia Akhirnya Sampai Pada Pemukiman Manusia. Kebenaran Bagi Kaum
Pragmatis Juga Berarti Suatu Sifat Yang Baik. Maksudnya, Suatu Ide Atau Teori
Tidak Pernah Benar Kalau Tidak Baik Untuk Sesuatu. Oleh Karena Itu, William
James Menolak Untuk Memisahkan Kebenaran Dari Nilai Moral.
Kebenaran
Merupakan Sebuah Nilai Moral Karena Dengan Kebenaran Manusia Sampai Pada
Sesuatu Secara Berhasil. Maka, William James Menolak Kebenaran Rasionalistis
Yang Hanya Memberikan Definisi-Definisi Yang Abstrak Tanpa Punya Relevansi Bagi
Kehidupan Praktis. Tentu Saja Yang Dimaksudkan Di Sini Adalah Bahwa Kebenaran
Rasional Jangan Hanya Berhenti Di Situ Saja. Melainkan Perlu Diterapkan
Sehingga Sungguh-Sungguh Berguna Bagi Manusia. Atas Dasar Itu, Kita Tidak Hanya
Membutuhkan “Pengetahuan Bahwa” Dan Pengetahuan Mengapa”, Tetapi Juga Kita
Membutuhkan “Pengetahuan Bagaimana”. Teori Ini Merupakan Sumbangan Paling Nyata
Dari Pada Filsup Amerika Tokohnya Adalah Charles S. Pierce (1914-1939) Dan
Diikuti Oleh Wiliam James Dan John Dewey (1852-1859). Wiliam James Misalnya
Menekankan Bahwa Suatu Ide Itu Benar Terletak Pada Konsikuensi, Pada Hasil
Tindakan Yang Dilakukan. Bagi Dewey Konsikasi Tidaklah Terletak Di Dalam Ide
Itu Sendiri, Malainkan Dalam Hubungan Ide Dengan Konsekuensinya Setelah
Dilakukan. Teory Dewey Bukanlah Mengerti Obyek Secara Langsung (Teori
Korepondensi) Atau Cara Tak Langsung Melalui Kesan-Kesan Dari Pada Realita
(Teori Konsistensi). Melainkan Mengerti Segala Sesuai Melalui Praktek Di Dalam
Program Solving.Pragmatisme Menguji Kebenaran Dalam Praktek Yang Dikenal Apra Pendidik
Sebagai Metode Project Atau Metode Problem Solving Di Dalam Pengajaran. Mereka
Akan Benar-Benar Hanya Jika Mereka Berguna Mampu Memecahkan Problem Yang Ada.
Artinya Sesuatu Itu Benar, Jika Mengmbalikan Pribadi Manusia Di Dalam
Keseimbangan Dalam Keadaan Tanpa Persoalan Dan Kesulitan. Sebab Tujuan Utama
Pragmatisme Ialah Supaya Manusia Selalu Ada Di Dalam Keseimbangan, Untuk Ini
Manusia Harus Mampu Melakukan Penyesuaian Dengan Tuntutan-Tuntutan Lingkungan.
Dalam Dunia Pendidikan, Suatu Teori Akan Benar Jika Ia Membuat Segala Sesutu
Menjadi Lebih Jelas Dan Mampu Mengembalikan Kontinuitas Pengajaran, Jika Tidak,
Teori Ini Salah. Jika Teori Itu Praktis, Mampu Memecahkan Problem Secara Tepat
Barulah Teori Itu Benar. Yang Dapat Secara Efektif Memecahkan Masalah Itulah
Teori Yang Benar (Kebenaran). Menurut Teori Ini Proposisi Dikatakan Benar
Sepanjang Proposisi Itu Berlaku Atau Memuaskan. Apa Yang Diartikan Dengan Benar
Adalah Yang Berguna (Useful) Dan Yang Diartikan Salah Adalah Yang Tidak Berguna
(Useless). Bagi Para Pragmatis, Batu Ujian Kebenaran Adalah Kegunaan (Utility),
Dapat Dikerjakan (Workability) Dan Akibat Atau Pengaruhnya Yang Memuaskan
(Satisfactory Consequences). Teori Ini Tidak Mengakui Adanya Kebenaran Yang
Tetap Atau Mutlak Kebenarannya Tergantung Pada Manfaat Dan Akibatnya. Akibat/
Hasil Yang Memuaskan Bagi Kaum Pragmatis Adalah :
a.
Sesuai Dengan Keinginan Dan Tujuan
b.
Sesuai Dengan Teruji Dengan Suatu Eksperimen
c.
Ikut Membantu Dan Mendorong Perjuangan Untuk Tetap Eksis
(Ada)
Teori Kebenaran
Pragmatis Adalah Teori Yang Berpandangan Bahwa Arti Dari Ide Dibatasi Oleh
Referensi Pada Konsekuensi Ilmiah, Personal Atau Sosial. Benar Tidaknya Suatu
Dalil Atau Teori Tergantung Kepada Berfaedah Tidaknya Dalil Atau Teori Tersebut
Bagi Manusia Untuk Kehidupannya. Kebenaran Suatu Pernyataan Harus Bersifat
Fungsional Dalam Kehidupan Praktis. Francis Bacon Pernah Menyatakan Bahwa Ilmu
Pengetahuan Harus Mencari Keuntungan-Keuntungan Untuk Memperkuat Kemampuan
Manusia Di Bumi. Ilmu Pengetahuan Manusia Hanya Berarti Jika Nampak Dalam
Kekuasaan Manusia. Dengan Kata Lain Ilmu Pengetahuan Manusia Adalah Kekuasaan
Manusia. Hal Ini Membawa Jiwa Bersifat Eksploitatif Terhadap Alam Karena Tujuan
Ilmu Adalah Mencari Manfaat Sebesar Mungkin Bagi Manusia. Manusia Dengan Segala
Segi Dan Kerumitan Hidupnya Merupakan Titik Temu Berbagai Disiplin Ilmu. Hidup
Manusia Seutuhnya Merupakan Objek Paling Kaya Dan Paling Padat. Ilmu
Pengetahuan Seyogyanya Bisa Melayani Keperluan Dan Keselamatan Manusia.
Pertanyaan-Pertanyaan Manusia Mengenai Dirinya Sendiri, Tujuan-Tujuannya Dan
Cara-Cara Pengembangannya Ternyata Belum Dapat Dijawab Oleh Ilmu Pengetahuan
Yang Materialis-Pragmatis Tanpa Referensi Kepada Nilai-Nilai Moralitas.
Aksiologi Ilmu Pengetahuan Modern Yang Dibingkai Semangat Pragmatis-Materialis
Ini Telah Menyebabkan Berbagai Krisis Lingkungan Hidup, Mulai Dari Efek Rumah
Kaca Akibat Akumulasi Berlebihan Co2 , Pecahnya Lapisan Ozon Akibat Penggunaan
Freon Berlebihan, Penyakit Minimata Akibat Limbah Methylmercury Hingga Bahaya
Nuklir Akibat Persaingan Kekuasaan Antar Negara. Ketiadaan Nilai Dalam Ilmu
Pengetahuan Modern Yang Menjadikan Sains Untuk Sains, Bahkan Sains Adalah
Segalanya, Telah Mengakibatkan Krisis Kemanusiaan. Krisis Lingkungan Dan
Kemanusiaan, Mulai Dari Genetic Engineering Hingga Foules Solitaire (Kesepian
Dalam Keramaian, Penderitaan Dalam Kemelimpahan). Manusia Telah Tercerabut Dari
Aspek-Aspek Utuhnya, Cinta, Kehangatan, Kekerabatan, Dan Ketenangan. Kedua
Krisis Global Ini Telah Menghantui Sebagian Besar Lingkungan Dan Masyarakat
Modern Yang Materialis-Pragmatis.
4.
Kebenaran Religius Atau Teori Kebenaran Performatif (The
Performative
Theory Of Thruth)
Teori Ini Terutama
Dianut Oleh Filsuf Seperti Frank Ramsey, Jhon Austin, Dan Peter Strawson.
Filsuf-Filsuf Ini Mau Menentang Teori Klasik Bahwa “Benar” Dan “Salah” Adalah
Ungkapan Yang Hanya Menyatakan Sesuatu (Deskriptif). Proposisi Yang Benar
Berarti Proposisi Itu Menyatakan Sesuatu Yang Memang Dianggap Benar. Demikian
Sebaliknya. Namun Justeru Inilah Yang Ingin Ditolak Oleh Para Filsuf Ini.
Menurut Teori Ini, Suatu Pernyataan Dianggap Benar Jika Ia Menciptakan
Realitas. Jadi Pernyataan Yang Benar Bukanlah Pernyataan Yang Mengungkapkan
Realitas, Tetapijusteru Dengan Pernyataan Itu Tercipta Realitas Sebagaimana
Yang Diungkapkan Dalam Pernyataan Itu. Misalnya, “Dengan Ini Saya Mengangkat
Anda Sebagai Manager Perusahaan Tx”. Dengan Pernyataan Itu Tercipta Sebuah
Realitas Baru Yaitu Anda Sebagai Manager Perusahaan Tx. Di Satu Pihak, Teori
Ini Dapat Dipakai Secara Positif, Tetapi Di Pihak Lain Dapat Pula Negatif.
Secara Positif, Dengan Pernyataan Tertentu, Orang Berusaha Mewujudkan Apa Yang
Dinyatakannya. “Saya Bersumpah Akan Menjadi Suami Yang Setia”. Tetapi Secara
Negatif, Orang Dapat Pula Terlena Dengan Pernyataan Atau Ungkapannya Seakan
Pernyataan Tersebut Sama Dengan Realitas Begitu Saja. Misalnya, “Saya Berdoa
Agar Kamu Berhasil”, Seolah-Olah Dengan Pernyataan Itu Ia Berdoa, Padahal
Tidak. Atau, “Saya Bersumpah, Saya Berjanji Akan Setia”, Seakan-Akan Dengan
Janji Itu Ia Setia. Kita Semua Bisa Terjebak Dengan Pernyataan Seperti Itu
Seolah-Olah Dengan Dengan Pernyataan-Pernyatan Itu Tercipta Realitas Seperti
Yang Dinyatakan. Padahal Apa Yang Dinyatakan, Belum Dengan Sendirinya Mennjadi
Realitas
Kebenaran Adalah Kesan Subjek Tentang Suatu Realita, Dan Perbandingan Antara Kesan Dengan Realita Objek. Jika Keduanya Ada Persesuaian, Persamaan Maka Itu Benar. Kebenaran Tak Cukup Hanya Diukur Dnenga Rasion Dan Kemauan Individu. Kebenaran Bersifat Objective, Universal,Berlaku Bagi Seluruh Umat Manusia, Karena Kebenaran Ini Secara Antalogis Dan Oxiologis Bersumber Dari Tuhan Yang Disampaikan Melalui Wahyu. Nilai Kebenaran Mutlak Yang Bersumber Dari Tuhan Itu Adalah Objektif Namun Bersifat Superrasional Dan Superindividual. Bahkan Bagi Kaum Religius Kebenarn Aillahi Ini Adalah Kebenarna Tertinggi, Dimnaa Semua Kebanaran (Kebenaran Inderan, Kebenaran Ilmiah, Kebenaran Filosofis) Taraf Dan Nilainya Berada Di Bawah Kebanaran Ini : Agama Sebagai Teori Kebenaran Ketiga Teori Kebenaran Sebelumnya Menggunakan Alat, Budi,Fakta, Realitas Dan Kegunaan Sebagai Landasannya.
Kebenaran Adalah Kesan Subjek Tentang Suatu Realita, Dan Perbandingan Antara Kesan Dengan Realita Objek. Jika Keduanya Ada Persesuaian, Persamaan Maka Itu Benar. Kebenaran Tak Cukup Hanya Diukur Dnenga Rasion Dan Kemauan Individu. Kebenaran Bersifat Objective, Universal,Berlaku Bagi Seluruh Umat Manusia, Karena Kebenaran Ini Secara Antalogis Dan Oxiologis Bersumber Dari Tuhan Yang Disampaikan Melalui Wahyu. Nilai Kebenaran Mutlak Yang Bersumber Dari Tuhan Itu Adalah Objektif Namun Bersifat Superrasional Dan Superindividual. Bahkan Bagi Kaum Religius Kebenarn Aillahi Ini Adalah Kebenarna Tertinggi, Dimnaa Semua Kebanaran (Kebenaran Inderan, Kebenaran Ilmiah, Kebenaran Filosofis) Taraf Dan Nilainya Berada Di Bawah Kebanaran Ini : Agama Sebagai Teori Kebenaran Ketiga Teori Kebenaran Sebelumnya Menggunakan Alat, Budi,Fakta, Realitas Dan Kegunaan Sebagai Landasannya.
Dalam Teori Kebenaran Agama Digunakan Wahyu
Yang Bersumber Dari Tuhan. Sebagai Makluk Pencari Kebeanran, Manusia Dan
Mencari Dan Menemukan Kebenaran Melalui Agama. Dengan Demikian, Sesuatu Dianggap
Benar Bila Sesuai Dan Koheren Dengan Ajaran Agama Atau Wahyu Sebagai Penentu
Kebenaran Mutlak.Agama Dengan Kitab Suci
Dan Haditsnya Dapat Memberikan Jawaban Atas Segala Persoalan Manusia, Termasuk
Kebenaran. Teori Ini Menyatakan Bahwa Kebenaran Diputuskan Atau Dikemukakan
Oleh Pemegang Otoritas Tertentu. Contoh Pertama Mengenai Penetapan 1 Syawal.
Sebagian Muslim Di Indonesia Mengikuti Fatwa Atau Keputusan Mui Atau
Pemerintah, Sedangkan Sebagian Yang Lain Mengikuti Fatwa Ulama Tertentu Atau
Organisasi Tertentu. Contoh Kedua Adalah Pada Masa Rezim Orde Lama Berkuasa,
Pki Mendapat Tempat Dan Nama Yang Baik Di Masyarakat. Ketika Rezim Orde Baru,
Pki Adalah Partai Terlarang Dan Semua Hal Yang Berhubungan Atau Memiliki
Atribut Pki Tidak Berhak Hidup Di Indonesia. Contoh Lainnya Pada Masa
Pertumbuhan Ilmu, Copernicus (1473-1543) Mengajukan Teori Heliosentris Dan
Bukan Sebaliknya Seperti Yang Difatwakan Gereja. Masyarakat Menganggap Hal Yang
Benar Adalah Apa-Apa Yang Diputuskan Oleh Gereja Walaupun Bertentangan Dengan
Bukti-Bukti Empiris.
Dalam Fase
Hidupnya, Manusia Kadang Kala Harus Mengikuti Kebenaran Performatif. Pemegang
Otoritas Yang Menjadi Rujukan Bisa Pemerintah, Pemimpin Agama, Pemimpin Adat,
Pemimpin Masyarakat, Dan Sebagainya. Kebenaran Performatif Dapat Membawa Kepada
Kehidupan Sosial Yang Rukun, Kehidupan Beragama Yang Tertib, Adat Yang Stabil
Dan Sebagainya.
Masyarakat Yang
Mengikuti Kebenaran Performatif Tidak Terbiasa Berpikir Kritis Dan Rasional.
Mereka Kurang Inisiatif Dan Inovatif, Karena Terbiasa Mengikuti Kebenaran Dari
Pemegang Otoritas. Pada Beberapa Daerah Yang Masyarakatnya Masih Sangat Patuh
Pada Adat, Kebenaran Ini Seakan-Akan Kebenaran Mutlak. Mereka Tidak Berani
Melanggar Keputusan Pemimpin Adat Dan Tidak Terbiasa Menggunakan Rasio Untuk
Mencari Kebenaran.
5. Teori Kebenaran
Konsensus
Suatu Teori
Dinyatakan Benar Jika Teori Itu Berdasarkan Pada Paradigma Atau Perspektif
Tertentu Dan Ada Komunitas Ilmuwan Yang Mengakui Atau Mendukung Paradigma
Tersebut. Banyak Sejarawan Dan Filosof Sains Masa Kini Menekankan Bahwa
Serangkaian Fenomena Atau Realitas Yang Dipilih Untuk Dipelajari Oleh Kelompok
Ilmiah Tertentu Ditentukan Oleh Pandangan Tertentu Tentang Realitas Yang Telah
Diterima Secara Apriori Oleh Kelompok Tersebut. Pandangan Apriori Ini Disebut
Paradigma Oleh Kuhn Dan World View Oleh Sardar. Paradigma Ialah Apa Yang
Dimiliki Bersama Oleh Anggota-Anggota Suatu Masyarakat Sains Atau Dengan Kata
Lain Masyarakat Sains Adalah Orang-Orang Yang Memiliki Suatu Paradigma Bersama.
Masyarakat Sains
Bisa Mencapai Konsensus Yang Kokoh Karena Adanya Paradigma. Sebagai Konstelasi
Komitmen Kelompok, Paradigma Merupakan Nilai-Nilai Bersama Yang Bisa Menjadi
Determinan Penting Dari Perilaku Kelompok Meskipun Tidak Semua Anggota Kelompok
Menerapkannya Dengan Cara Yang Sama. Paradigma Juga Menunjukkan Keanekaragaman
Individual Dalam Penerapan Nilai-Nilai Bersama Yang Bisa Melayani Fungsi-Fungsi
Esensial Ilmu Pengetahuan. Paradigma Berfungsi Sebagai Keputusan Yuridiktif
Yang Diterima Dalam Hukum Tak Tertulis.
Pengujian Suatu Paradigma Terjadi Setelah Adanya Kegagalan Berlarut-Larut Dalam Memecahkan Masalah Yang Menimbulkan Krisis. Pengujian Ini Adalah Bagian Dari Kompetisi Di Antara Dua Paradigma Yang Bersaingan Dalam Memperebutkan Kesetiaan Masyarakat Sains. Falsifikasi Terhadap Suatu Paradigma Akan Menyebabkan Suatu Teori Yang Telah Mapan Ditolak Karena Hasilnya Negatif. Teori Baru Yang Memenangkan Kompetisi Akan Mengalami Verifikasi . Proses Verifikasi-Falsifikasi Memiliki Kebaikan Yang Sangat Mirip Dengan Kebenaran Dan Memungkinkan Adanya Penjelasan Tentang Kesesuaian Atau Ketidaksesuaian Antara Fakta Dan Teori.
Pengujian Suatu Paradigma Terjadi Setelah Adanya Kegagalan Berlarut-Larut Dalam Memecahkan Masalah Yang Menimbulkan Krisis. Pengujian Ini Adalah Bagian Dari Kompetisi Di Antara Dua Paradigma Yang Bersaingan Dalam Memperebutkan Kesetiaan Masyarakat Sains. Falsifikasi Terhadap Suatu Paradigma Akan Menyebabkan Suatu Teori Yang Telah Mapan Ditolak Karena Hasilnya Negatif. Teori Baru Yang Memenangkan Kompetisi Akan Mengalami Verifikasi . Proses Verifikasi-Falsifikasi Memiliki Kebaikan Yang Sangat Mirip Dengan Kebenaran Dan Memungkinkan Adanya Penjelasan Tentang Kesesuaian Atau Ketidaksesuaian Antara Fakta Dan Teori.
Pengalihkesetiaan Dari Paradigma Lama Ke
Paradigma Baru Adalah Pengalaman Konversi Yang Tidak Dapat Dipaksakan. Adanya
Perdebatan Antar Paradigma Bukan Mengenai Kemampuan Relatif Suatu Paradigma
Dalam Memecahkan Masalah, Tetapi Paradigma Mana Yang Pada Masa Mendatang Dapat
Menjadi Pedoman Riset Untuk Memecahkan Berbagai Masalah Secara Tuntas. Adanya
Jaringan Yang Kuat Dari Para Ilmuwan Sebagai Peneliti Konseptual, Teori,
Instrumen, Dan Metodologi Merupakan Sumber Utama Yang Menghubungkan Ilmu
Pengetahuan Dengan Pemecahan Berbagai Masalah. Dalam Ilmu Astronomi, Keunggulan
Kuantitatif Tabel-Tabel Rudolphine Dan Keppler Dibandingkan Yang Hitungan
Manual Ptolomeus Merupakan Faktor Utama Dalam Konversi Para Astronom Kepada
Copernicanisme. Dalam Fisika Modern, Teori Relativitas Umum Einsten Mendapat
Ejekan Karena Ruang Itu Tidak Mungkin Melengkung. Untuk Membuat Transisi Kepada
Alam Semesta Einstein, Seluruh Konsep Ruang, Waktu, Materi, Gaya, Dan
Sebagainya Harus Diubah Dan Di Reposisi Ulang. Hanya Orang-Orang Yang
Bersama-Sama Menjalani Atau Gagal Menjalani Transformasi Akan Bisa Menemukan
Dengan Tepat Apa Yang Mereka Sepakati Dan Apa Yang Tidak.